Makalah ini telah dipresentasikan oleh Arief Rahman dalam mata kuliah Tarikh Tasyri'
PEMBAHASAN
Masyarakat
Arab Sebelum Kerasulan Muhammad
A. Istilah Jahiliyyah
Masyarakat Arab, sebelum kelahiran dan kerasulan Nabi
Muhammad SAW, dikenal dengan sebutan jahiliyah. Jika merujuk pada arti kata
jahiliyah (yang berasal dari bahasa Arab dari kata jahala yang berarti
bodoh), maka secara harfiyah bisa disimpulkan bahwa masyarakat jahiliyah
adalah masyarakat yang bodoh. Jahiliyyah biasanya dikaitkan dengan masa sebelum
Rasulullah S.A.W lahir. Sesungguhnya kata Jahiliyyah sendiri adalah mashdar shina’iy
yang berarti penyandaran sesuatu kepada kebodohan. Kebodohan menurut Manna’
Khalil al-Qathtan ada tiga 3 makna, yaitu:
·
Tidak adanya ilmu pengetahuan (makna asal).
·
Meyakini sesuatu secara salah.
·
Mengerjakan sesuatu dengan menyalahi aturan atau tidak
mengerjakan yang seharusnya dia kerjakan.[1]
Bangsa
arab sebelum diutus Nabi Shallallahu Alaihi wa Salam adalah umat yang tidak
mempunyai aturan, kebiadaban yang mengendalikan mereka, gelapnya kebodohan yang
menaungi mereka dan tidak ada agama yang mengikat mereka, serta tidak ada
undang-undang yang mereka patuhi. Akibat dari itu semua, jiwa mereka dipenuhi
dengan akidah yang batil. Terkadang mereka menghayalkan Tuhan pada patung yang
merka pahat dengan tangannya sendiri, terkadang pada bintang-bintang yang tampak
hilang didepan pandangan mereka. Sebagaimana setiap kelompok memandang
kebenaran itu dari apa yang tumbuh dan yang diwariskan oleh nenek moyangnya,
dan melihat keagungan itu dari apa yang tersebar dan dikenal dikalangan kabilah
(Puak)nya. Hanya sedikit dari mereka yang berjalan dengan aturan yang dapat
menyelesaikan perselisihan dikalangan mereka, kebiasaan yang baik dan
langkah-langkah yang mulia. Sebagian aturan itu datang kepada mereka dari
syariat nenek moyangnya yaitu nabi ismail. Sebagian yang lain memeluk agama
orang-orang Yahudi dan Nasrani yang ada
di kalangan mereka, atau yang mengelilingi wilayah mereka, atau yang datang
karena memenuhi kebutuhan hidup.[2]
B. Ciri-Ciri Masyarakat Jahiliyah
Karena
tanah arab itu tandus, sebagian kecil saja yang subur, mempunyai oase, maka
sebagian besar penduduknya mengembara dagang, tidak bertani. Karenanya, wajar
kalau orang Arab pandai berdagang dirantau orang. Siapa yang modalnya sedikit
akan selalu ketinggalan oleh pemodal besar. Pemodal akan selalu menang, dan
menjadi tuan bagi orang miskin yang tidak mampu melunasi utangnya.
Mereka
dikenal hidup berkelompok-kelompok, bersuku-suku. Seseorang akan menadapat
perlingdungan dan pembelaan dari keluarga besar sukunya manakala hak asasinya
diganggu oleh suku lain. Karenanya, persoalan perkelahian antar orang terkadang
melahirkan perang antar suku. Anehnya, begitu sampai kepada persoalan nasib
ekonomi, tampakna keluarga satu dengan yang lain tidak solider, ini dapat
dilihat dari kritik al-Qur’an terhadap hukum ekonomi Jahiliah yang mengabaikan
fakir miskin dan anak yatim dengan menumpuk harta sebanyak-banyaknya, mengira
bahwa harta itu akan mengekalnya pemiliknya[3],
misalnya
ÙˆَÙŠْÙ„ُ Ù„ِّÙƒُÙ„ِّ Ù‡ُÙ…َزَØ©ٍ Ù„ُّÙ…َزَØ©ٍالَّØ°ِÙ‰ جَÙ…َعَ
Ù…َالاً ÙˆَعَدَّدَÙ‡ُويَØْسَبُ Ø£َÙ†َّ Ù…َالَÙ‡ُÙˆ Ø£َØ®ْÙ„َدَÙ‡ُÙˆ
- Kecelakaanlah bagi Setiap pengumpat lagi pencela,
- Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung[4],
- Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya,
C. Perilaku-perilaku Masyarakat Jahiliyyah yang
Dipandang Tidak Manusiawi
Sangat
banyak perilaku-perilaku masyarakat arab pada masa jahiliyah yang sudah begitu
rusak. Rusak sebenar-benarnya kerusakan. Perilaku-perilaku tersebut sudah
sangat parah kerusakannya. Padahal sebelumnya masyarakat arab adalah masyarakat
yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai Aqidah Tauhid peninggalan Millah Nabi
Ibrahim as.
Mula awal masyarakat arab menjadi
masyarakat yang sungguh jahiliyah adalah bermula dari seorang yang bernama AMR
BIN LUHAYYI BIN QAMA’AH dari bani Khuza’ah. Dialah orang yang pertama kali
memasukkan KEMUSYIRKAN kepada mereka dan mengajak untuk menyembah BERHALA.
Walaupun begitu tetapi masih ada
masyarakat arab pada masa itu yang masih memegang Aqidah Tauhid, jumlah mereka
tidak banyak dan sangatlah sedikit sekali. Kemudian lama-kelamaan karena
dahsyatnya perkembangan kemusyrikan akhirnya masyarakat arab menjadi gelap
gulita dari cahaya ketahuidan, mereka menjadi masyarakat yang sungguh
jahiliyah.
Sedikit dibawah ini diantara
perilaku-perilaku Jahiliyah pada masyarakat arab pada masa itu:
1. Orang
tua menguburkan hidup-hidup anak perempuannya ketika baru saja dilahirkan
Hal ini pernah dilakukan oleh Sahabat Umar ra. sebelum ia memeluk Islam. Umar sering meneteskan air matanya ketika ia teringat akan apa yang dilakukannya terhadap anak perempuannya waktu semasa Jahiliyah dahulu. Karena memang umar adalah sosok sahabat yang senantiasa bermuhasabah akan apa yang telah ia lakukan. Sahabat Umar ra. pernah berkata ”Hisablah diri kalian sebelum kalian di hisab”.
Hal ini pernah dilakukan oleh Sahabat Umar ra. sebelum ia memeluk Islam. Umar sering meneteskan air matanya ketika ia teringat akan apa yang dilakukannya terhadap anak perempuannya waktu semasa Jahiliyah dahulu. Karena memang umar adalah sosok sahabat yang senantiasa bermuhasabah akan apa yang telah ia lakukan. Sahabat Umar ra. pernah berkata ”Hisablah diri kalian sebelum kalian di hisab”.
2. Makanan dijadikah Tuhan (berhala)
Kejadian ini pun pernah terjadi oleh Sahabat Umar ra. di masa Jahilayahnya. Beliau membuat Tuhan (berhala) dari adonan kue, kemudian karena beliau lapar dimakannya Tuhan (berhala) yang dibuatnya dari adonan kue tersebut.
Kejadian ini pun pernah terjadi oleh Sahabat Umar ra. di masa Jahilayahnya. Beliau membuat Tuhan (berhala) dari adonan kue, kemudian karena beliau lapar dimakannya Tuhan (berhala) yang dibuatnya dari adonan kue tersebut.
3. Batu dijadikan Tuhan (berhala)
Seperti hal nya Sahabat Umar ra. yang membuat Tuhan (berhala) dari adonan kue pada masa jahiliyahnya. Banyak masyarakat jahiliyah pada masa itu yang menjadikan Batu sebagai Tuhan.
Seperti hal nya Sahabat Umar ra. yang membuat Tuhan (berhala) dari adonan kue pada masa jahiliyahnya. Banyak masyarakat jahiliyah pada masa itu yang menjadikan Batu sebagai Tuhan.
4. Mendatangi Kahin (Dukun)
Masyarakat arab jahiliyah pada masa itu banyak yang mendatangi kahin (dukun). Para Kahin itu dipercaya segala apa yang diucapkannya, segala apa yang diramalnya. Sungguh masyarakat jahiliyah itu sangat ketergantungannya kepada kahin. Setiap apa yang ingin dilakukannya, apa yang ingin diingininya, apapun bergantung dari ramalan si kahin. Padahal sebenarnya para Kahin itu tidak sanggup untuk mengetahui apapun, apa yang di ucap, apa yang diramal adalah kebohongannya. Tetapi begitulah apa yang terjadi pada masyarakat arab jahiliyah pada masa itu, karena mereka hanya menuruti hawa nafsunya sendiri.[5]
Masyarakat arab jahiliyah pada masa itu banyak yang mendatangi kahin (dukun). Para Kahin itu dipercaya segala apa yang diucapkannya, segala apa yang diramalnya. Sungguh masyarakat jahiliyah itu sangat ketergantungannya kepada kahin. Setiap apa yang ingin dilakukannya, apa yang ingin diingininya, apapun bergantung dari ramalan si kahin. Padahal sebenarnya para Kahin itu tidak sanggup untuk mengetahui apapun, apa yang di ucap, apa yang diramal adalah kebohongannya. Tetapi begitulah apa yang terjadi pada masyarakat arab jahiliyah pada masa itu, karena mereka hanya menuruti hawa nafsunya sendiri.[5]
D. Sistem Hukum yang Digunakan
Di
bidang pergaulan hidup, masyarakat Jahilyyiah mempunyai hukum perkawinan, hukum
waris, dagang, dan lain-lain. Hukum perkawinan dan waris Jahiliah meletakkan
wanita sebagai tidak berharga. Pria boleh menikahi waita sebanyak-banyaknya
tanpa maskawin dan tanpa batas maksimum. Wanita tidak mempunyai hak menerima
bagian warisan harta orang tua atau keluarganya yang meninggal, bahkan, wanita
menjadi harta warisan. Maka ide kewarisan dalam Islam member bagian warisan
wanita, kalau tidak dipandang layak sama besarnya dengan pria, setidaknya
seperduanya.[6]
Sebagian
yang lain (masyarakat jahiliyyah) mendapat petunjuk dari pengalaman dan melalui
adat dan tradisi, salah satu perkataan mereka dan masalah qisash: “pembunuhan
itu melenyapkan pembunuhan, diyat itu dikenakan bagi orang yang berakal ketika
dalam kesalahan.” Aturan sumpah dikalangan mereka sudah dikenal. Mereka
telah memiliki aturan talak, dzihar
dan nikah dengan meminang wanita kepada walinya serta pelamar memberikan
mas kawinnya, kemudian wanita itu dibawa suaminya.
Namun
ketetapan itu dan yang berupa, bukanlah
undang-undang tertulis yang dijadikan referensi dalam menyelesaikan
perselisihan dan memelihara hak-hak mereka, tapi hanya ketetapan yang sedikit
sekali pemanfaatannya, tidak cukup dalam merealisasikan aturan dan tidak dapat
mencegah si pembuat kerusakan.[7]
KESIMPULAN
Bangsa
arab sebelum diutus Nabi Shallallahu Alaihi wa Salam adalah umat yang tidak
mempunyai aturan, kebiadaban yang mengendalikan mereka, gelapnya kebodohan yang
menaungi mereka dan tidak ada agama yang mengikat mereka, serta tidak ada
undang-undang yang mereka patuhi.
Karena
tanah arab itu tandus, sebagian kecil saja yang subur, mempunyai oase, maka
sebagian besar penduduknya mengembara dagang, tidak bertani.
Sangat
banyak perilaku-perilaku masyarakat arab pada masa jahiliyah yang sudah begitu
rusak. Sedikit dibawah ini diantara perilaku-perilaku
Jahiliyah pada masyarakat arab pada masa itu:
- Orang tua menguburkan hidup-hidup anak perempuannya ketika baru saja dilahirkan
- Makanan dijadikah Tuhan (berhala)
- Batu dijadikan Tuhan (berhala)
- Mendatangi Kahin (Dukun)
Di
bidang pergaulan hidup, masyarakat Jahilyyiah mempunyai hukum perkawinan, hukum
waris, dagang, dan lain-lain.
DAFTAR
PUSTAKA
As-sayis, Muhammad Ali, Sejarah Fikh
Islam, 2003, Jakarta Timur: Pustaka Al-kausar.
Zuhri, Muh, Hukum Islam dalam Lintas
Sejarah, 1996. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
http://alfablitar.blog.com/2010/07/10/masyarakat-arab-pra-islam-arab-jahiliyyah/, 10 July 2010
[1]
http://alfablitar.blog.com/2010/07/10/masyarakat-arab-pra-islam-arab-jahiliyyah/
[2]
As-sayis, Muhammad Ali, Sejarah
Fikh Islam, Jakarta Timur: Pustaka Al-kausar, 2003, hal. 17
[4]
Maksudnya mengumpulkan dan menghitung-hitung harta yang karenanya Dia menjadi
kikir dan tidak mau menafkahkannya di jalan Allah.
[6]
Zuhri, Muh, Hukum Islam
dalam Lintas Sejarah, hal. 7
[7]
As-sayis, Muhammad Ali, Sejarah
Fikh Islam, hal. 18