Sunday, June 10, 2012

Berdirinya Dinasti Abbasiyyah


Telah dipresentasikan dalam mata kuliah telaah materi SKI dan direvisi oleh:
Hayatun Nufus
Salasiah
Untuk mengunduh file dalam bentuk power point dapat diklik link disini
Diedit oleh Arief Rahman

BAB I
PENDAHULUAN
Pemerintahan ‘Abbasiyyah adalah keturunan daripada Al-‘Abbas, paman Nabi SAW. Bani Hasyim beranggapan setelah wafatnya Rasulullah SAW jabatan kekhalifahan akan diserahkan kepada keluarga Nabi SAW dan sanak saudarannya, namun hal ini tidak terjadi karena dalam pemikiran Islam yang sehat menetapka bahwa jabatan khalifah itu adalah milik seluruh kaum muslimin, dan mereka berhak melantik siapa saja diantara kalangan mereka untuk menjadi khalifah setelah mendapatkan dukungan. Tetapi, orang-orang Parsi yang masih berpegang teguh kepada prinsip hak ketuhanan yang masih suci terus berusaha menyebarkan prinsip tersebut sehingga mereka berhasil membawa bani Hasyim ke tampuk pemerintahan.[1]
Berdirinya Daulah ‘Abbasiyyah diawali dengan dua strategi, yaitu: pertama dengan sistem mencari pendukung dan penyebaran ide rahasia, hal ini sudah berlangsung sejak akhir abad pertama hijriah yang bermarkas di Syam dan tempatnya di Al Hamimah, sistem ini berakhir dengan bergabungnya Abu Muslim Al-Khurasaniyang sepakat atas terbentuknya Daulah ‘Abbasiyyah. Strategi kedua dilanjutkan dengan terang-terangan dan himbauan di forum-forum resmi untuk mendirikan Daulah ‘Abbasiyyah berlanjut dengan peperangan melawan Daulah Umayyah.[2]

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyyah
B.       Khalifah-Khalifah Dinasti Abbasiyyah
1.    Khalifah Ja’far Al-Manshur
Al-Mansur selama menguasai pemerintahan selama lebih kurang 22 tahun telah membuktikan prestasi besar dalam mengkonsolidasikan situasi politik. Ia adalah pendiri dinasti Abbasiyah yang sesungguhnya. Ia memiliki beberapa karakter yang saling bertentangan. Sebagai penguasa ia sangat keras dan kejam terhadap musuh-musuh negara, namun ia adalah seorang kawan yang setia dan baik hati. Seorang ahli sejarah al-Syuyuti menilai bahwa al-Mansur adalah penguasa Abbasiyah pertama  yang memecah persatuan kelompok Abbasiyah dan Syi’ah yang sebelumnya telah bersatu. Sebagai seorang muslim, pribadi al-Mansur adalah saleh dan penuh keteladanan. Ia merupakan figur penegak keadilan yang sejati dan ia telah membuktikannya selama masa pemerintahannya. Ia tidak malu-malu mendatangi sidang pengadilan sebagaimana rakyat biasa atas gugatan seorang pemilik unta. Dan ia menyanjung hakim dan memberinya penghargaan tinggi atas keputusannya yang adil dan tidak memihak, sekalip[un keputusan tersebut tidak menguntungkan sang khalifah. Ia merupakan politikus, negarawan dan penguasa yang tidak ada bandingannya pada saat itu, ia telah mencurahkan seluruh waktu dan kemampuannya demi keberhasilan tugas dan tanggung jawabnya. Selain pikirannya yang cerdas, ia juga sangat disiplin dalam tugasnya. Waktu paginya untuk menjalankan kepentingan negara, sedang waktu sorenya untuk kepentingan keluarga. Bahkan selepas shalat isya ia sering meminta laporan harian dan berunding dengan pejabat-pejabatnya. menjelang tengah malam ia baru berangkat tidur dan bangun fajar untuk menjalankan shalat subuh.
Pada masa pemerintahannya ini negeri–negeri timur mulai mengembangkan tata kehhidupan negeri Barat. Pakaian kebesaran Persia dijadikan sebagai pakaian resmi kenegaraan, sementara itu pakar-pakar (ulama) timur diberi kedudukan yang tinggi. Bangsa arab mulai kehilangan perannya tidak hanya dalam peran-peran sosial lainnya. Ia juga seorang ahli dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, karena itu ia mendirikan semacam yayasan wakaf dan sejumlah lembaga-lembaga pendidikan diberbagai penjuru.  Pada masa pemerintahannya ini, berbagai disiplin ilmu seperti kepustakaan, sejarah, kedokteran, dan khususnya astronomi dipelajari dan berkembang dengan pesat. Ia menetapkan beberapa petunjuk teknis gerakan penerjemahan buku-buku seni dan ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa asing.[3]
2.    Khalifah Harun Ar-Rasyid
Harun al-Rasyid tidak hanya khlaifah terbesar Abbasiyah sekaligus juga sebagai penguasa terbesar pada saat itu. Abad kesembilan belas ditandai dengan tampilnya dua raja besar dunia: Charlemagne penguasa besar di Barat, dan Harun di Timur. Diantara keduanya Harun lebih mencerminkan penguasa yang hebat dan berbudaya tinggi. Keduanya telah menjalin kerja sama untuk kepentingan masing-masing. Bagi Harun, keteguhandalam menjalankqan agama telahmendarah daging dalam dirinya. Sekalipun dirinya penuh dengan tanda kehormatandan kemewahan, namun ia tetap menjadi pribadi yang shaleh, dermawan dan sederhana. Pribadinya yang luhur inilah merupakan sebab penghormatan rakyat sejati kepadanya. Sekalipun dalam ilmu pengetahuan, ia terungguli oleh putranya yang bernama al-Makmun, kehebatan terjadi dan kecerdasan intelektualnya tidak ada bandingannya pada saat itu. Selama masa pemerintahannya rakyat hidup dalam kemakmuran yang merata, dan ilmu pengetahuan dan peradaban memasuki era kemajuan ynag menakjubkan. Harun al-Rasyid adalah khalifah yang memiliki keberanian dan kecakapan yang luar biasa, sehingga sukses dalam memerintah Imperium Abbasiyah yang luas ini. Rakyat di segenap penjuru menaruh hormat kepadanya. Para pedagang, ilmuan, pelancong dapat menikmati perjalanan dengan aman sepanjang waktu. Ia sering kali membagikan sedekah yang besar kepada fakir miskin dan orang lemah. Untuk melengkapi kesejahteraan rakyat, ia mendirikan rumah sakit, sekolahan, perguruan tinggi, membangun mesjid, jalan, irigasi dan menetapkan tunjangan fakir miskin. Tidak seorang khalifahpun sebelum maupun sesudahnya yang mencurahkan kemampuan dan waktunya demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat melebihi apa yang dilakukan oleh Harun al-Rasyid. Bidang tulis menulis merupakan kegiatan yang paling menonjol kemajuannya. Pakar-pakar berbagai bidang, seperti hakim, wazir, orator, ahli hadits, pujangga, penyanyi, musisi, berkumpul di istana Harun dengan karya-karya mereka sehingga Baghdad benar-benar menjadi kota yang megahdan gemilang bukan hanya karena kekayaannya melainkan juga karena kemajuan pendidikan dan ketinggian peradabannya. Diantara pakar bahasa adalah Asmai, Syafei, Abdullah Ibn Idris, Isa Ibn Yunus, Ibrahim al-Mosuli, dan pakar fisika antara lain Gabriel. Pada saat ini Qazi Abu Yusuf. Harun juga mengembangkan lembaga penerjemahan yang sebelumnya didirikan untuk menerjemahkan berbagai disiplin pengetahuan kedalam bahasa Arab.
Kebesaran nama khalifah Harun al-Rasyid dipuja oleh negri-negri timur dan barat. Kaisar China dan Perancis yang bernama Charlemagne berkenan mengirimkan delegasinya ke istana Harunsebagai kunjungan persahabatan. Mereka saling menukr cindera mata dengan sang khalifah. Jadi, dengan penuh pertimbangan akan dapat dipastikan kedudukan Harun al-Rasyid pada peringkat pertama diantara penguasa terbesar dunia pada periode tersebut.[4]
3.    Khalifah Al-Makmun
Keberadaan al-Makmun sebagai penguasa yang masyhur sepanjang sejarah dinasti Abbasiyah. Disamping sebagai pejuang yang pemberani, ia sekaligus sebagai penguasa yang bijaksana. Semangat berkarya, bijaksana, pengampun, adil, cerdas dan bebas dalam berpikir merupakan sifat-sifat utama yang menonjol dalam pribadi al-Makmun. Pemerintahannya menandai kemajuan yang terhebat dalam sejarah islam. 21 tahun masa pemerintahannya meninggalkan warisan kemajun intelektual islam yang sangat berharga, dalam berbagai bidang pemikiran. Matematika, astronomi, kedokteran dan filsafat mencapai kemajuan yang hebat pada masa ini. Kesadarannya memutuskan bahwa kemakmuran rakyatnya bergantung pada kemajuan pendidikan dan peradaban. Kesadarannya ini diwujudkan dengan pendirian berbagai sekolahan dan perguruna diberbagai penjuru. Sikapnya ynag tidak memihak membuatnya tidak membedakanagama atau ras apapun. Kebebasan berpikir dan beragama berlaku untuk semua orang. Ia membentuk sebuah dewan pemerintah dimana orang muslim maupun nonmuslim aktif berpartisipasidi dalamnya.
Al-Makmun besar minatnya terhadap ajaran agama. Kaitannya dengan ajaran kebebasan berkehendak dan takdir, ia cenderung berpaham muktazilah, khususnya ia menekan para ahli pikir islam yang menyatakan bahwa Al-Qur’an bersifat azali (abadi). Pada tahun 212 H/827 M. Ia mengumumkan bahwa doktrin muktazilah dinyatakan sebagai paham resmi negara, sedang ajaran ortodok dipandang sebagai paham bid’ah. Pada saat yang sama ia memerintahkan seluruh pejabat agar memuliakan khalifah Ali sebagai makhluk Allah yang termulia setelah Nabi Muhammad saw. Pada tahun 218 H/833M Keluar sebuah dekrit yang memerintahkan agar hakim dan ulama meninggalkan ketidakbenaran paham “keabadian al-Qur’an”. Sebagian ahli pikir menerima perintah tersebut semata takut kepada al-Makmu, namun sebagian kecil diantara mereka tetap teguh dalam pendiriannya sekalipun harus menanggung derita. Dua penguasa pengganti al-Makmun tetap m,emberlakukan dekrit ini.
Masa pemerintahan Makmun diwarnai dengan gerakan pendidikan, baik di wilayah timur maupun barat. Ia mendatangkan para ilmuan, penulis, pujangga, fisikawan, dan filosof untuk berkarya di istana Baghdad. Pada masa ini juga berkembang kegiatan pengumpulan hadits.  Ahli hadits al-Bukhri dan ahli sejarah al-Wakidi berkarya pada masa pemerintahan ini. Bahkan ilmuan-ilmuan Yahudi dan Nasrani juga diperkenankan tinggal di istana karena keilmuan mereka, dan karena kemahiran mereka didalam bahasa Arab, dan kecakapan mereka mengenai literatur dan bahasa Yunani. Mkmun memajukan kegiatan penerjemahan yang sebelumnya telah dimulai oleh al-Mansur. Berdasarkan kebijaksanaannya, buku-buku asing, berbagai kitab sansekerta, buku matematika dan filsafat Yunani, teori Euclid dan Ptolemy diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Costa, putra Luke, ditunjuk sebagai penerjemah dari bahasa Yunani dan Syria, Yahya Ibn Harun sebagai penerjemah bahasa Persia, pendeta Duban sebagai penerjemah sansekerta. Menurut W. Muir, melalui kesibuakn para pekerja ilmuan ini, bangsa-bangsa Eropa yang telah lama tenggelam dalam kegelapan abad pertengahan abad dapat mengenal kembali kekayaan ilmunya, yang sebelum ini mereka tidakmengenal pengetahuan dan filsafat yunani kuno. Sebuah pusat observatory didirikan didataran Tadmore untuk kepentingan penelitian astronomi dan geometri. Observasi antariksa mengalami kemajuan pesat pada masa ini. Abu Hasan menemukan teleskop tabung. Abbas seorang penyair yang menciptakan aliran modern puisi Persia. Al-Kindi yang semula bekerja di Baitul Hikmah disorong Makmun untuk melaksanakan tugasnya di Bghdad.
Al-Makmun juga sangat antusias dalam kajian-kajian filsafat, ia meluangkan harib selasa untuk kajian ini. Orang-orang terdidik dan kaum terpelajar silih berganti memasuki ruang belajar Makmun, dimana ia mereka dengan berbagai pembahasan filsafat. Jadi, bahwa pada masa pemerintahan al-Makmun merupakan kejayaan sejarah bahasa Arab.[5]

BAB III
ANALISIS
SEGI WAKTU
Dilihat dari segi waktu pembelajaran ini, tentunya tidak dapat selesai dalam 1 kali pertemuan, sebab banyaknya materi yang terkandung dalam pembelajaran ini.
SEGI MATERI
A.      Sejarah Berdirinya Daulah Abbasiyah
Daulah Abbasiyah adalah dinasti atau pemerintahan yang namanya dinisbahkan kepada Al ‘Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Namanya ‘Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib bin Hasyim bin ‘Abdul Manaf.
Jika dilihat dari konteks sosio-historis, ada beberapa faktor pendukung yang melatarbelakangi berdirinya Dinasti ‘Abbasiyah, diantaranya:
a.       Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut ‘Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
b.      Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.[6]
c.       Meningkatnya kekecewaan kaum mawali terhadap penguasa Bani Umayyah.
d.      Adanya kekecewaan dari kaum agamawan terhadap pemerintah Bani Umayyah (hal ini karena perhatian penguasa terhadap pengembangan agama sangat kurang)
e.       Adanya keinginan masyarakat untuk memperoleh pemimpin kharismatik yang dapat menyelamatkan kehidupan masyarakat
f.       Kebencian ‘Alawiyyin terhadap Bani Umayyah karena tindakan diluar batas, yakni:
§  Mewajibkan para khatib Jumat untuk menghina, mencaci, dan melaknat ‘Ali bin Abi Thalib;
§  Membunuh para pemimpin ‘Alawiyyin (diantaranya Husein bin ‘Ali bin Abi Thalib, Yahya bin Zaid, dan Abu Hasyim bin Muhammad bin Al Hanifah);
§  Mengkhianati perjanjian Madain (perjanjian antara Muawiyah dan Husein bin ‘Ali)
g.      Pemerintahan khalifah-khalifah bani Umayyah selain ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz sangat keras menekan dan membatasi gerakan-gerakan kaum Alawiyyin.
h.      Perpecahan suku-suku bangsa.
Istilah ‘Abbasiyah dan ‘Alawiyyin belum muncul dan dikenal hingga tahun 132 H. Yang ada hanyalah istilah yang lebih umum, yaitu Bani Hasyim atau Ahlu Bait.
Daulah ‘Abbasiyah berdiri kurang lebih selama lima abad. Khalifah pertamanya adalah Abu Abbas. Ia lahir pada tahun 104 H di Hamimah, ibunya bernama Rabithah binti ‘Ubaidillah Al Haritsi. Beliau dilantik sebagai khalifah pada tanggal 3 Rabiul Awal 132 di Kuffah.
Adapun pendiri Bani ‘Abbas ialah: Ibrahim Al Imam, pembangun yang memperkokoh keluarga Bani ‘Abbas. Namun, Ia meninggal terbunuh sebelum Bani ‘Abbas diproklamirkan kedaulatannya. ‘Abu A’bbas, orang yang pertama kali diangkat sebagai khalifah dan yang memprolamirkan berdirinya Daulah ‘Abbasiyah. Ia digelari Assafah yang artinya pengancam, karena beliau seorang yang pemberani dan mampu menghadapi golongan pemberontak. Abu Ja’far Al Mansur, seorang khalifah yang memperkuat berdirinya Bani ‘Abbasiyah.
Kekuasaan Dinasti .Abbasiyyah atau khilafah ‘Abbasyiah, sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Dinasti .Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-‘Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s/d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.[7]
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa Bani ‘Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani ‘Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi pada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti ‘Ali bin ‘Abdullah bin ‘Abbas, Muhammad serta Ibrahim Al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu ‘Abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.[8]
Orang-orang ‘Abbasiyah, sebut saja Bani ‘Abbas merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang-orang Umayyah secara paksa menguasai kekhalifahan melalui tragedi perang shiffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti ‘Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakan terhadap Bani Umayyah.[9]
Pergantian kekuasaan Dinasti Umayyah oleh Dinasti ‘Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatarbelakang agama Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Umayyah. Gerakan ini menghimpun:[10] keturunan ‘Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah, keturunan ‘Abbas  (‘Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Imam, dan keturunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasani.
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/750 M tumbanglah Daulah umayyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah ‘Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, ‘Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-‘Abbas al-Saffah, pada tahun [132-136 H/750-754 M].[11]
Pada awalnya kekhalifahan ‘Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai  pusat pemerintahan, dengan Abu al-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M) memindahkan pusat pemerintahan ke Baghdad dengan alasan bahwa daerah tersebut merupakan markas militer yang sangat baik. Di samping itu juga, daerah itu dilintasi sungai Tigris, sehingga bisa berhubungan denngan Cina, mengeruk hasil laut dan ahsil-hasil makanan dari Mesopotamia, Armenia, dan daerah sekitarnya. Selain Tigris, di sana juga terdapat sungai Eufrat yang memungkinkan penduduk di sana mendapatkan semua hasil bumi Suriah, Raqqah, dan daerah sekitarnya. Untuk membangun kotanya, yag rampung dalam waktu empat tahun, Al-Manshur menghabiskan biaya sebayak 4.883.000 dirham, dan mempekerjakan seratus ribu arsitek, pengrajin, dan buruh yang berasal dari Suriah, Mesopotamia dan daerah lainnya dalam wilayah kekuasaannya.[12]

B.       Khalifah-Khalifah Dinasti Abbasiyyah
1.    Khalifah Ja’far Al-Manshur
Abu ja’far dilahirkan di kota Humayyah (Hamimah) Yordania 101 H. Ibu beliau bernama Salamah dan ayahnya bernama Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Abu Ja’far wafat ketika hendak menunaikan ibadah haji di Bir Maimun (Mekkah) tahun 157 H/775 M. Ia adalah saudara Ibrahim al-Imam dan Abu Abbas as-Saffah. Mereka dikenal sebagai tokoh pendiri Dinasti Abbasiyah. Abu Ja’far selalu mendapat anugerah kemenangan dalam setiap peperangan melawan  Banu Umayah dan kerusuhan-kerusuhan kaum pemberontak di dalamNegeri dan dalam menekan Imp[erium Bizantium. Oleh karena itu ia diberi gelar “al-Mansur” (orang yang mendapat pertolongan Allah).
Masa pemerintahan Abu Ja’far al-Mansur satu periode dengan Kaisar Crusfautin V Di Bizantium, Kaisar  Hsuan Tsung (dinasti tang di tiongkok, dan raja Nagabhata I, Dinasti Bujara Prathihara (india).
Al-Mansur memiliki kepribadian kuat, tegas, berani, cerdas dan memiliki pemikiran cemerlang. Dalam usia 41 tahun, ia telah menjadi khalifah menggantikan kedudukan Abul Abbas as-Shaffah yang telah wafat. Diusia yang begitu muda, ia tampil kedepan menyelesaikan berbagai persoalan yang tengah melanda kekuasaannya. Keberhasilannya dalam mengatasi persoalan-persoalan dalam negeri Dinasti Bani Abbasiyah, membawa harum nama Bani Abbas dan memperkuat dasar pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Selain itu, al-Mansur dikenal juga sebagai seorang khalifah yang agung, tegas, bijaksana, alim, berpikiran maju, pemerintahannya rapi, disegani, baik budi, dan seorang pemberani.Khalifah Abu Ja’far al-Mansur juga dikatakan sebagai bapak pembangunan Daulah Bani Abbasia, karena beliaulah sebenarnya untuk pertama kali yang membuat dan mengatur politik pemerintahan Daulah Bani Abbasiah. Jalur-jalur administrasi pemerintah mulai dari pusat sampai daerah-daerah ditata dengan baik dan rapi. Pada waktu itu terjadi kerja sama yang baik antara kepala qadi., kepala jawatan pajak, kepala polisi rahasia, dan kepala jawatan pos. Dengan demikian, maka pemerintahan pada masa khalifah Abu ja’far al-Mansur menjadi tertib dan lancar, sehingga pemerintahannya menjadi kokoh, maju, dan berhasil membawa umat islam kemasa kejayaan.
Abu Ja’far al-Mansur sangat besar jasanya dalam mengembangkan kebudayaan dan peradaban islam. Beliau adalah seorang yang cinta ilmu pengetahuan.  Melalui kekuasaan dan hartanya, dia memberikan dorongan dan kesempatan yang luas bagi para cendikiawan untuk membangun riset ilmu pengetahuan. Buku-buku yang dihasilkan oleh bangsa diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Ilmu falak dan ilmu filsafat mulai digali dan dikembangkan di pemerintahannya.
Usaha dan Jasa Khalifah Abu Ja’far al-Mansur
Sebagai khalifah Dinasti Abbasiah yang tergolong awal, Abu Ja’far berpikir dan berjuang keras guna secepat mungkin menciptakan kemajuan-kemajuan diberbagai bidang kebudayaan. Diantara usaha-usaha untuk menciptakan kemajuan Dinasti Abbasiyyah adalah sebagai berikut.
1.    Pengembangan ilmu pengetahuan yang dilakukan dengan cara:
a.    Menyalin buku-buku yang berbahasa asing.
b.    Menyusun dan menulis agama.
c.    Mengundang cendikiawan dari berbagai daerah untuk mengajar umat islam tentang ilmu pengetahuan.
2.    Pengaturan dan penertiban pemerintahan
3.    Pembinaan keamanan dan stabilitas dalam negeri
Adapun kelompok-kelompok dalam negeri yang dianggap berbahaya adalah sebagai berikut.
a.    Kelompok Abdullah bin Ali
b.    Abu Muslim al-Khurasani
c.    Kelompok Alawiyin
4.    Usaha pembinaan politik luar negeri
5.    Usaha peningkatan ekonomi social

2.      Khalifah Harun Ar-Rasyid
Harun al-Rasyid dilahirkan di Ray pada bulan Februari 763H/145 M. Ayahnya bernama al-Mahdi dan ibunya bernama Khaizurran. Waktu kecil ia di didik oleh Yahya bin Khalid al-Barmaki. Pada usia 18 tahun ayahnya telah memberikan beban dan tanggung jawab yang berat dipundaknya, dengan melantiknya sebagai gubernur di Saifah pada tahun 163 H. Pada tahun 164 H, beliau diberi wewenang untuk mengurusi seluruh wilayah Anbar dan negeri-negeri di wilayah Afrika Utara. Harun ternyata mampu mengerjakan apa yang diperintahkan, sehingga pada tahun 165 H Al-Mahdi melantiknya kembali. Ketika al-Mahdi meninggal dunia pada tahun 170 H, Ia resmi menjadi khalifah pada usi 23 tahun.
Pada bulan September 786 M dalam usia 23 tahun, ia menggantikan kedudukan saudaranya Musa al-Hadi. Sewaktu menjadi khalifah, ia banyak memperoleh bantuan dari Yahya ibn Khalid dan dua putranya yaitu Ja’far dan Fazal bin Yahya. Hraun al-Rasyid adalah khalifah yang kelima dari Dinasti Abbasiyah. Ia dikenal sebagai pengusaha terbesar didunia pada waktu itu. selain itu Harun al-Rasyid dikenal sebagai pengusaha yang taat beragama, shaleh dan dermawan.
Bani Abbas mengalami masa kejayaan. Sebab pada masa ini,, terjadi banyak perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Kemajuan ini disebabkan oleh berbagai kebijakan yang dikeluarkan. Selain itu, Harun al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang cinta ilmu pengetahuan.
Upaya-upaya dan Jasa-jasa Khalifah Harun ar-Rasyid
1.    Mengembangkan dan memajukan bidang ilmupengetahuan dan Seni
2.    Membangun gedung-gedung dan sarana Sosial
3.    Memajukan bidang ekonomi dan industri
4.    Memajukan bidang politik pertahanan dan perluasan wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah.

3.      Khalifah Al-Makmun
Nama lengkap khalifah ini adalah Abdullah Abdul Abbas al-Makmun, adalah anak Harun ar-Rasyid yang dilahirkan pada 15 Rabiul Awwal tahun 170 H/786 M. Kelahirannya bertepatan dengan wafat kakeknya, yaitu Musa al-Hadi, juga bersamaan dengan waktu ayahnya diangkat menjadi khalifah. Adapun ibu al-Makmun adalah seorang bekas hamba sahaya bernama Marajil.
Dalam riwayat hidupnya disebutkan bahwa al-Makmun dikenal sebagai pemuda jenius. Dalam usia 5 tahun ia telah mendapatkan pendidikan agama dan membaca Al-Qur’an dibawah bimbingan Kasa’i dan Yazidi. Ia juga belajar hadits dari imam Malik di Madinah. Disamping ilmu-ilmu tersebut, ia juga pandai ilmu sastra, belajar ilmu tata negara, hukum, filsafat, astronomi, dan sebagainya. Setelah berhasil mengatasi berbagai konflik internal, terutama dngan saudaranya bernama Al-Ma’mun menanggapi cita-citanya menjadi khalifah pada tahun 198 H/813 M.
Al-Makmun adalah seorang khalifah termasyhur sepanjang sejarah Dinasti Abbasiyah. Selain sebagai seorang pejuang yang pemberani, ia juga sebagai pengusaha yang bijaksana. Semangat berkarya, bijaksana, pengampun, adil, cerdas, dan bebas dalam berpikir, merupakan sifat-sifat utama yang menonjol dalam pribadi al-Makmun. Pemerintahannya mennandai kemajuan yang sangat hebat dalam sejarah silam. Selama lebih kurang 21 tahun masa kepemimpinannya, ia mampu meningalkan warisan intelektual islam yang sangat berharga. Kemajuan itu merupakan berbagai aspek ilmu pengetahuan, seperti matematika, astronomi, kedokteran dan filsafat.
Sikap yang tidak memihak membuatnya tidak membedakan agama atau ras apapun. kebebasan berpikir dan beragama berlaku untuk semua orang. Ia membentuk sebuah dewan pemerintahan dimana orang muslim dan nonmuslim berpartisipasi didalamnya. Minat al-Makmun terhadap agama sangat besar, terutama ynag berkaitan dengan ajaran kebebasan berkehendak dan takdir, ia cenderung berpaham Mu’tazilah. Pemikiran ini ditekankan pada kaum intelektual islam yang mengatakan bahwa al-Qur’an bersifat azali atau qadim.
Sekitar tahun 212 H/287 M Al-Makmun mengumumkan bahwa doktrin Mu’tazilah dinyatakan sebagai paham ersmi negara. Sedangkan ajaran lama (ortodoks) dipandang sebagai paham bidah. Pada saat yang sama ia memerintahkan seluruh pejabat begara agar memuliakan khalifah Ali bin Abi Thalib sebagai makhluk Allah yang termulia setelah Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 218 H/833 M keluar sebuah dekrit yang memerintahkan agar hakim dan ulama meninggalkan ketidak benaran paham keabadian Al-Qur’an. Sebagian ahli pikir menerima perintah tersebut, semata-mata karena takut kepada khalifah al-Makmun. Namun sebagian kecil diantara mereka tetap teguh pada pendiriannya, sekalipun hrus menanggung derita, seperti Ahmad bin Hambal yang menjalani hukuman penjara dan hukuman cambuk karena menolak perintsh tersebut. Dua penguasa pengganti al-Makmun tetap memberlakukan dekrit tersebut.
Upaya-upaya Abdullah Al-Makmun
Khalifah Abdullah al-Makmun selama menjabat sebagai pemimpin Daulah Abbasiyah telah berusaha melakukan perbaikan-perbaikan hal-hal sebagai berikut.
1.    Menghentikan berbagai gerakan pemberontakan untuk menciptakan stabilitas dalam negeri
Berikut berbagai gerakan pemberontakan yang berhasil diatasi.
a.     Pemberontakan Abu Saraya di Kufah
b.    Pemberontakan Nasr bin Syabas
c.     Pemberontakan Zatti
d.    Pemberontakan orang-orang Mesir
e.     Pemberontakan Ibrahim (paman al-Ma’mun).
2.    Penertiban administrasi negara untuk penataan kembali sistem pemerintahan
3.    Membentuk badan intelejen
4.    Pembentukan badan negara
5.    Toleransi beragama
6.    Pembentukan Baitul Hikmah dan majelis Munazarah.

BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari paparan materi diatas dapat disimpulkan bahwa berdirinya Daulah ‘Abbasiyyah merupakan langkah Revolusioner atas ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Daulah Umayyah dengan berbagai macam alasan.
Pemerintahan yang dijalankan Dinasti ‘Abbasiyyah menganut sistem Teokrasi yakni sistem pemerintahan yang berciri khas keagamaan, sebagai contohnya dalam berbagai kesempatan seremonial, seperti ketika penobatan khalifah dan pada shalat jum’at khalifah mengenakan jubah (burdah) yang pernah dikenakan oleh Nabi Muhammad SAW.
Pemerintahan Dinasti ‘Abbasiyyah juga tidak bersifat Selebrasi atau Ta’asyubiyah yakni terbuka terhadap orang-orang non Arab yang ingin duduk di kursi pemerintahan, dimana orang Arab hanya menjadi salah satu unsur dari berbagai bangsa yang membentuk pemerintahannya. Berbeda 180 derajat dengan Dinasti Umayyah yang seluruh pemerintahannya hanya terdiri atas orang-orang Arab.

B.       Saran
Dalam makalah ini masih terdapat banyak sekali kekurangan untuk itu penulis memohon kritik dan saran yang bersifat membangun dari teman-teman pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai sarana untu menambah pengetahuan kita. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
Karim, M. Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Cet.I.Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Nizar, Syamsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sunanto, Musyrifah Sunanto. 2003. Sejarah Islam Klasik, Cet. I. Bogor: Prenada Media.
Su’ud, Abu. 2003.  Islamologi, Cet. I. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Syalabi, A.  1997. Sejarah dan Kebudayaan Islam 3. Jakarta: Al-Husna Zikra.
Yatim, Badri. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Hitti, Philip K. 2008. History of Arabs; From the Earliest Times to the Present, Diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.


[1] A. syalabi.  Sejarah dan Kebudayaan Islam 3. Jakarta. Al-Husna Zikra. 1.
[2] Syamsul Nizar. Sejarah Pendidikan Islam: mnelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. 67.
[3] K.Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), Jakarta. Rajagrafindo Persada. 241-242.
[4] Ibid., 250-252.
[5] Ibid., 256-258.
[6] Musyrifah Sunanto. Sejarah Islam Klasik, Cet. I. Bogor. Prenada Media. 47.
[7] Badri Yatim,  Sejarah Peradaban Islam. Jakarta. PT.Raja Grafindo Persada. 49.
[8] Abu Su’ud. Islamologi, Cet. I. Jakarta. PT.Rineka Cipta. 72.
[9] M. Abdul Karim. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, Cet.I. Yogyakarta. Pustaka Book Publisher. 143.
[10] Musyrifah Sunanto. Sejarah Islam Klasik, Cet. I…48.
[11] Ibid. 48.
[12] Philip K. Hitti. History of Arabs; From the Earliest Times to the Present, Diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta. PT Serambi Ilmu Semesta. 363.

Emoticon Ini Tidak Untuk Komentar Lewat Facebook.Copas Kode Pada Komentar Mu....
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i:
:j: :k: :l: :m: :n: :o: :p: :q: :r:
:s: :t: :u: :v: :w: :x: :y: :z: :ab:
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

Mohon maaf apabila terdapat komentar yang sesuai kriteria di bawah ini akan dihapus, demi kenyamanan bersama

1. Komentar berbau pornografi, sara, dan menyinggung.
2. Mencantumkan link hidup.
3. Mengandung SPAM.
4. Mempromosikan Iklan.

Terima kasih atas perhatiannya.