- Khalifah Abu Bakar As-Sidiq
Sebagai pengaanti umat islam setelah Rasul, Abu bakar disebut Khalifah
Rasulillah (Pengganti Rasul) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifa adalah pemimpin
yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan
tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemeritahan.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634M ia meninggal
dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama
yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi pada
pemerintah madinah. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan nabi
Muhammad dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena itu mereka
menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang
dapat membahayahakan agama dan pemerintahan., Abu Bakar menyelesaikan persoalan
ini dengan apa yang disebut perang Riddah
(perang melawan kemurtadan). Khalid ibn walid adalah jendral yang banyak
berjasa dalam perang Riddah ini.
Nampaknya kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar,
sebagaimana pada masa Rasulullah bersifat sentral, kekuasaan legeslatif,
eksekutif, dan yudikatif terpusat di tangga Khalifah. Selain menjalankan roda
pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian seperti juga
Nabi Muhammad, Abu Bakar selalu megajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan usrusan perang dalam negeri, berulah Abu Bakar
mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid dikirim ke irak dan dapat
menguasai al-hijrah di tahun 634M. Sedangkan ke Syiria dikirim ekspedisi di
bawah pimpinan empat jendral yaitu: Abu Ubaidah, Amr Ibn Ash, Yazib ibn Abi
sufyan, dan Syurahbil. Sebelumnya pasuka dipimpin oleh Usamah yang masih
berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini. Khalid ibn Walid diperintahkan
meninggalkan irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke
Syiria.
Abu Bakar meninggal dunia sememntara barisan depan pasukan islam sedang
mengancam palestina, irak, dan kerajaan hijrah. Ia diganti oleh tangan kanannya
“Umar ibn Khatab. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat. Ia
bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai
penggantinny dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan
dan perpecahan dikalangan umat islam. Kebijaksaan Abu Bakar tersebut ternyata
diterima masyarakat yang segera beramai-ramai membaiat Umar. Untuk meyebut
dirinya Khalifah-khalifah Rasulillah (pengganti dari pengganti Rasulullah). Ia
juga memperkenalkan istilah Amir
Al-Mu’minin (komandan orang-orang yang beriman)[1].
- Khalifah Umar ibn Khattan
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan kekuasaan) pertama terjadi di
ibu kota Syiria, dan Damaskus jatuh pada tahun 635M dan setahun kemudian,
setelah tentara bizantium kalah I pertempuran yamruk, seluruh daerah Syiria
jatuh dibawah kekuasaan islam. Dengan
memakai Syiria sebagai basis, ekspansi dibawah pimpinan Amir ibn Ash dan Irak dibawah pimpinan Sa’an
ibn Waqash. Iskandaria ibu kota mesir ditakhlukkan pada tahun 641M. dari sana
serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-madain yang jatuh pada tahun itu
juga. Pada tahun 641M, Mosul dapat dikusai. Dengan demikian, pada masa
kepemimpinan Umar wilayah kekuasaan islam sudah meliputi Jazirah Arab,
palestian, Syiria. Sebgaian besar wilayah Persia dan Mesir.
Administrasi dimasa Umar ibn
Khattab
Karena daerah perluasan terjadi semakin cepat, umar segera megatur
administrasi Negara dengan mecontoh administrasi yang sudah berkembang terutama
di Persia. Admnistrasi di atur menjadi delapan wilayah propinsi yaitu: Mekkah,
Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masanya
mulai diatur dan ditertibkan system pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan
didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.
Untuk menjaga keamanan dan ketertiban.
Masa Pemerintahan Umar Ibn Khattab
Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). masa jabatannya
berkhir dengan kematian dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia yang bernama
Abu lu’lu’ah. Untuk menggantikannya, umar tidak menempuh jalan yang
dilakukan Abu Bakar. Dia membentuk enam orang sahabat yang meminta kepada
mereka untuk memilih salah seorang dari mereka mejadi khalifah. Diantaranya yaitu:
Usman, Ali, Tahlhah, Zubair, Sa’an Ibn Abi Waqqas, Dan Abdurrahman Ibn ‘Auf.
Setelah Umar mafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Usman sebagai
khalifah, melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib[2].
- Khalifah Usman ibn Affan
Masa pemerintahan Usman (644-655 M), yaitu: Armenia, Tunisia, Cyprus,
Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan
berhasil direbut. Ekspansi islam pertama berhasil sampai di sini.
Pemerintahan Usman
Masa pemerintaha Usman berlangsung selama 12 tahun. Pada peroh terkhir
masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat
islam terhadapny. Kepemimpinan Usman memang sudah sangat berbeda dengan
kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umurnya yang lanjut (diangkat dalam usia
70 tahun) dan sifat yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H/ 655 M, Usman
dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa itu.
Faktor Yang Menyebabkan Kekecewaan
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap
kepemimpinan Usman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan
tinggi. Yang terpenting antaranya adalah Marwan ibn Hakam, diala pada dasarnya
yang menalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanyalah menyandang gelar Khalifah.
Setelah banyak keluarga yang benyak duduk dalam jabatan-jabatan peniting, Usman
laksana boneka dihadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan
terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalah
bawahan. Harta kekayaan Negara oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa control
oleh Usman sendiri.
Meskipun demikian tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada
kegiatan-kegiatan yang penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga
urus banjir yang besar dan megatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga
membangun jalan-jalan, dan memperluas mesjid nabi di Madinah[3].
- khalifah Ali ibn Abi Thalib
Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib
sebagai khlaifah. Ali memerintah selama enam tahun. Selama masa
pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun
dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan
khalifah, Ali memecat para gubernur yang diangkat oleh Usman. Dia yakin bahwa
pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik
kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil
pendapatannya kepada Negara, dan memakai kembali system distribusi pajak
tahunan di antara orang-orang islam sebabagaimana pernah diterapkan Umar.
Pemeberontakan
Tidak lama setelah itu Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemerotakan dari
Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka ali tidak mau menghukum para
pembunuh Usman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Usman yang telah
ditumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindarim perang. Dia
mengirim kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk
menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajaka mereka ditolak. Akhirnya
pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perag ini dikenal dengan nama “Perang Jamal (unta)”. Karena Aisyah dalam
pertempuran itu menunggang unta. Ali berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan
Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan
dikirim ke Madinah.
Bersama dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan
timbulnya perlawanan dari gubernur di damaskus, mu’awiyah yang didukung oleh
sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah
memadamkan pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Ali bergerak dari kuffah
menuju damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasuka
mu’awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama
perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim
(aribtrase), tapi tahkim timbul golongan ketiga, al-khawarij, dan
orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya di ujung barisan masa
pemerintahan Ali ibn Abi Thalib umat islam terpecah menjadi tigakekuatan
politik. Yaitu: Mu’awiyah, Syi’ah (pengikut) Ali, dan al-khawarij (orang-orang
yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya
kelompok al-khawarij menyebabkan tentara semakin lemah, sementara posisi
Mu’awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (600 M). ali terbunuh
oleh salah seorang anggota khawarij[4].