Wednesday, March 7, 2012

Ilmu Pendidikan

Judul Buku : Belajar dan Pembelajaran
Penulis : Dr. Aunurrahman, M.Pd
Tebal buku : 243 halaman

BAB I PARADIGMA ALTERNATIF PEMBELAJARAN
Terjadinya perubahan-perubahan paradigma pendidikan yang menempatkan manusia sebagai sumber daya yang utuh memberikan arah kebijakan yang mendasar dalam meletakkan kerangka bagi pembangunan pendidikan masa mendatang. Perubahan-perubahan pandangan ini berimplikasi terhadap terjadinya perubahan cara pandang bahkan perubahan konsep dalam memaknai eksistensi, prinsip-prinsip dan pendekatan-pendekatan pembelajaran.

Proses pembelajaran yang diharapkan adalah suatu proses yang dapat mengembangkan potensi-potensi siswa secara menyeluruh dan terpadu. Pengembangan dimensi-dimensi individusecara parsial tidak akan mampu mendukung optimalisasi pengembangan potensi siswa sebagaimana diharapkan. Karena itu dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya dituntut menyampaikan materi pelajaran akan tetapi mampu mengaktualisasi peran strateginya dalam upaya membentuk watak siswa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang berlaku. Secar substansi, arah pendidikan dan pembelajaran harus dapat membekali peserta didik dengan kompetensi mata pelajaran kompetensi lintas kurikulum yang terarah pada kemampuan memecahkan masalah, komunikasi, hubungan sosial dan interpersonal, kemandirian, etika dan estetika yang harus diperoleh secara holistik dan intergratif melalui proses pembelajaran. Karena itu pembelajaran harus bertumpu pada empat pilar utama learning to know, learning to do, learning to l ive togther, learning to live with others, dan learning to be.
Untuk mendukung terwujudnya proses pembelajaran yang dapat mendorong pengembangan potensi siswa secara komprehensip, maka guru harus memiliki wawasan dan kerangka piker yang holistik tentang pembelajaran. Pembelajaran harus merupakan bagian dari proses pemberdayaan diri siswa secara utuh. Karena itu pembelajaran harus mampu mendorong tumbuhnya keaktifan dan kreativitas optimal dari setiap siswa. Karena itu keberadaan paradigma konstruktivisme menjadi alternatif yang perlu dikaji secara cermat agar prinsip-prinsip dasarnya dapat diimplementasi di dalam proses pembelajaran. Sebagai salah satu paradigma alternative, konstruktivisme memberikan arah yang jelas bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam upaya menemukan pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan sekedar merupkan kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan informasi atau fakta saja. Pandangan ii penting untuk dipahami agar guru dapat menggunakan semua sumber belajar untuk mendorong peran aktif siswa dalam membangun pengetahuan dan mengembalikan kemampuan dirinya.
BAB II HAKIKAT DAN CIRI-CIRI BELAJAR

Terminologi tentang belajar dapat kita jumpai di dalam berbagai sumber dan literatur. Kita dapat menjumpai rumusan pengertian belajar dalam perspektif yang sama atau kadang-kadang berbeda dari berbagai ahli pendidikan/pembelajaran. Meskipun ada perbedaan-perbedaan pandangan, namun prinsipnya sama mengarah pada esensi yang sama, bahwa belajar menunjukan pada suatu aktivitas menuju suatu perubahan tingkah laku pada diri individu melalui proses interaksi dengan lingkungannya. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan terjadinya proses dalam belajar diri siswa terdorong untuk berperan aktif sebagai wujud nyata terjadinya proses belajar.
Ada beberapa aliran atau teori belajar yang sangat berpengaruh terhadap berkembangnya pandangan dan konsep tentang belajar, diantaranya ; Behaviorisme, Kongnivitisme, dan Teori belajar psikologi sosial, dan teori belajar Gagnc. Keempat aliran atau teori ini memberikan penekanan aktivitas dan hasil belajar pada dimensi-dimensi tingkah laku tertentu, sehingga memberi nuansa pemahaman yang semakin luas tentang belajar. Meskipun terdapat terdapat penekanan yang berbeda tersebut, namun kesamaannya terutama adalah bahwa belajar merupakan proses internal yang kompleks, yang melibatkan seluruh mental pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Untuk memahami secara spesifik tentang perubahan tingkah laku sebagai akibat terjadinya proses belajar ini, beberapa memilah perilaku individu dalam tiga kawasan atau ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga ranah tersebut sesungguhnya bukan merupakan bagian yang terpisah, akan tetapi memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Masing-masing ranah tersebut selanjutnya dijabarkan kedalam bagian-bagian yang lebih spesifik yang disebut hirarki perilaku belajar atau hirarki tujuan belajar.

BAB III PERKEMBANGAN MORAL DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN

Proses pembelajaran yang berdaya dan berhasil guna bukan merupakan kegiatan yang berdiri sendiri, akan tetapi terkait dengan berbagai factor yang terkait. Salah satu factor tersebut bersumber dari kemampuan guru memahami peserta didik dalam berbagai dimensinya. Salah satu dimensi yang penting adalah berkaitan dengan peserta didik tahap-tahap perkembangan moral anak. Hal ini disebabkan karena setiap anak pada usia yang berbeda akan menempatkan cara-cara yang berbeda secara kualitif, utamanya dalam cara berfikir atau memecahkan permasalahan. Dalam hal ini ada serangkaian langkah yang konsisten dalam berpikirnya yang menandakan bahwa tiap-tiap anak akan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangan usianya. Uraian-uraian di atas di satu sisi secara umum mengisyaratkan adanya urutan-urutan perkembagannya yang sam pada anak, akan tetapi juga memberikan gambaran tentang karakteristik individual yang berbeda sehingga tiap individu sebagai kesatuan jasmani dan rohani mewujudkan dirinya secara utuh dalam keunikannya. Dalam keadaan itu, maka guru harus dapat memahami keunikan-keunikan peserta didik agar mendorong terjadinya perkembangan pesrta didik secara optimal, khususnya melalui proses pembelajaran. Secara lebih spesifik dengan memahami perkembangan moral anak, maka guru dapat memilih pendekatan-pendekatan dan model-model pembelajaran yang sesuai, teknik-teknik pemotivasian yang tepat serta pendekatan dan teknik evaluasi sesuai.

BAB IV KECERDASAN EMOSIONAL SEBAGAI HASIL BELAJAR

Hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh anak adalah terjadinya perubahan perilaku secara holistic. Pandangan yang menitikberatkan hasil belajar dalam bentuk penambahan pengetahuan saja merupakan wujud dan pandangan yang sempit, karena belajar dan pembelajaran harus dapat menyentuh dimensi-dimensi individual anak secara menyeluruh, termasuk dimensi emosional yang dalam waktu cukup lama luput dari perhatian. Hal ini dipandang semakin penting karena dari berbagai hasil penelitian juga menunjukkan bahwa keberhasilan belajar ternyata lebih banyak ditentukan oleh factor-faktor emosi, antara lain daya tahan, keoletan, ketelitian, disiplan, rasa tanggung jawab, kemampuan menjalani kerja sama, motivasi yang tinggi serta beberapa dimensi emosional lainnya. Bahkan sukses yang dicapai dalam kehidupan yang lebih luas, terbukti juga lebih banyak ditentukan oleh kecerdasan emosional seseorang.
Sebagian besar ahli yang mengkaji aspek-aspek menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional merupakan hasil dari proses belajar, walaupun beberapa diantaranya ada yang berpendapat bahwa hal itu dipengaruhi oleh factor bawaan. Oleh sebab itu maka melalui kegiatan pembelajaran, guru harus menydiakan atau menciptakan ruang yang luas dan iklim kondusif untuk berkembangnya kecerdasaan emosional anak. Kemampuan guru melatih setiap dimensi-dimensi harus dipandang sebagai bagian esensial pembelajaran. Dengan demikian berarti pula perubahan-perubahan yang terjadi pada anak melalui kegiatan pembelajaran harus menyentuh dimensi-dimensi emosional ini, bukan hanya dlihat dari perubahan kognitif belaka.
Penerapan kecerdasan emosional dilakukan secara luas dalam berbagai sesi, aktivitas dan bentuk-bentuk spesifik pembelajaran. Untuk dapat mengembangan kecerdasan emosional perlu diawali dengan pemahaman guru tentang kecerdasan emosional serta pengetahuan tentang cara-cara penerapannya. Karena itu penting bagi guru untuk mengkaji aspek-aspek yang berkaitan dengan emosi, bagaimana melatih dimensi-dimensi emosi melalui proses pembelajaran sehingga diharapkan semuanya dapat bermuara pada peningkatan potensi-potensi anak secara optimal.

BAB V PRINSIP-PRINSIP BELAJAR

Prinsip belajar dapat diartikan sebagai pandangan-pandangan mendasar dan dianggap penting yang dijadikan sebagai pegangan di dalam melaksanakan kegiatan belajar. Prinsip dapat merupakan akumulasi pengalaman panjang guru tentang hal-hal positif yang didukung terjadinya proses belajar dan pencapaian hasil belajar yang diharapkan, atau bersumber dari temuan-temuan yang sengaja dirancang untuk menguji validitas prinsip-prinsip belajar tertentu yang diyakini efektivitasnya. Prinsip-prinsip belajar bermanfaat untuk memberikan arah tentang apa saja sebaiknya dilakukan oleh guru agar para siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran. Bagi guru, kemapuan menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran akan membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan pembelajaran sehingga pada akhirnya dapat dicapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Sementara bagi siswa prinsip-prinsip belajar akan membantu tercapainya hasil belajar yang diharapkan.
Beberapa prinsip belajar yang dapat dijadikan pegangan guru di dalam pelaksanaan proses pembelajaran dan diyakini memberikan pengaruh bagi pencapaian hasil belajar diantaranya adalah ; (1) prinsip perhatian dan motivasi, (2) prinsip transper dan retensi, (3) prinsip keaktifan, (4) prinsip keterlibatan langsung, (5) prinsip pengulangan, (6) prinsip tantangan, (7) prinsip balikan dan penguatan, (8) prinsip perbedaan individual. Disamping prinsip belajar yang berlaku umum tersebut, beberapa ahli juga memberikan penekanan tentang perlunya kekhususan prinsip belajar pada masing-masing ranah pembelajaran, yang dijabarkan dalam tiga prinsip, yaitu ; prinsip-prinsip belajar kognitif, prinsip-prinsip belajar efektif, dan prinsip-prinsip belajar psikomotorik.
Penerapan prinsip-prinsip belajar di atas terimplementasi di dalam dan metode pembelajaran yang dikembangan guru. Oleh sebab itu ketika menyusun perencanaan pembelajaran, disamping memilih dan menentukan metode pembelajaran, guru juga sebaiknya mengkaji prinsip-prinsip belajar secara cermat agar seluruh aktivitas pembelajaran benar-benar dapat mendorong terjadinya proses belajar secara aktif.

BAB VI MODEL-MODEL PEMBELAJARAN

Perkembangan berbagai jenis model pembelajaran pada prinsipnya didasari pemikiran tentang keberagaman siswa, baik dilihat dari perbedaan kemampuan, modalitas belajar. Motivasi, minat dan beberapa dimensi psikologis lainnya selain dasar pemikiran tersebut, keragaman model pembelajaran juga dikembangkan untuk menyesuaikan karakteristik mata pelajaran atau materi pelajaran tertentu yang tidak memunkingkan guru hanya terpadu pada model pembelajaran tertentu. Pemilihan dan penentuan salah satu atau beberapa model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan terjadinya peran aktif siswa dalam mengeksplorasi hal-hal baru yang terkait dengan apa yang sedang dipelajari. Ketetapan model pembelajaran juga dapat mendorong motivasi siswa, terjadi iklim belajar yang menyenangkan sehingga siswa mampu memusatkan aktivitas serta perhatian terhadap kegiatan belajar yang sedang berlangsung.
Pengembangan model pembelajaran tidak terlepas dari pemahaman guru terhadap karakteristik siswa sebagaimana pula di dalam pengimplementasikan prinsip-prinsip belajar yang telah kita bahas sebelumnya. Demikian pula tidak dapat dilepaskan dari karakteristik materi pelajaran, tujuan belajar yang ingiin dicapai, kondisi kelas maupun sarana/fasilitas belajar yang tersedia.
Kita dapat menjumpai beberapa pandangan atau pendapat tentang jenis-jenis model pembelajaran. Di antara pandangan yang banyak mendapat perhatian adalah model-model pembelajaran yang dikembangkan oleh joyce, weil, dan Calhoun yang mengkategorikan sejumlah model dalam empat kelompok besar yaitu; kelompok model-model sosial, kelompok model-model informasi, kelompok model-model personal, dan kelompok model-model sistem perilaku. Anda juga dapat mengkaji kembali model-model yang lain, termasuk yang tidak diuraikan dalam bagian ini.
Meskipun terdapat sejumlah model pembelajaran yang berbeda, namun pemisahan antara satu model dengan model yang lain tidak bersifat deksrit masing-masing model tersebut memiliki cirri spesifik yang memiliki kelebihan-kelebihan tersendiri dari model yang lain. Karena itu diperlukan ketajaman analisis guru dalam melihat kelebihan dan kelemahan model-model tertentu untuk selanjutnya dapat dikombinasikan dengan model yang lain, karena pahami bahwa tidak satupun model tunggal yang dapat merealisasikan berbagai jenis dan tingkatan tujuan pembelajaran yang berbeda. Keunggulan model pembelajaran dapat dihasilakan justru bilamana guru mampu mengadaptasi atau memadukan beberapa model sehingga menjadi lebih serasi dalam mencapai hasil belajar siswa yang lebih baik.

BAB VII MASALAH-MASALAH BELAJAR
Secara sederhana masalah belajar dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat menghambat tercapainya tujuan belajar. Dari berbagai pendapat dan hasil penelitian kita mendapat kejelasan bahwa masalah-masalah belajar baik intern maupun ekstern dapat bersumber atau dalam dinamikanya dapat dikaji dari dimensi guru maupun dari dimensi siswa. Demikian pula dilihat dari tahapannya, masalah dapat terjadi pada waktu sebelum belajar, selama proses belajar dan sesudah belajar.
Dari dimensi siswa, masalah-masalah belajar dapat muncul pada waktu sebelum kegiatan belajar, selama berlangsungnya proses belajar dan sudah belajar. Sebelum proses belajar, masalah belajar dapat berhubungan minat, kecakapan maupun pengalaman-pengalaman siswa. Selama proses belajar, masalah belajar sering berkaitan dengan sikap tehadap belajar, motivasi, konsentrasi, kemampuan pengolahan pesan pembelajaran, kemampuan menyiman pesan, kemampuan menggali kembali pesan yang telah tersimpan, serta unjuk hasil belajar. Sesudah belajar, masalah belajar dimungkinkan berkaitan dengan penerapan perstasi atau keterampilan yang sudah diperoleh melalui proses belajar sebelumnya.
Dari dimensi guru, maslah belajar juga dapat terjadi sebelum kegiatan belajar, selama proses belajar dan pada akhir proses evaluasi hasil belajar. Sebelum belajar masalah belajar seringkali berkaitan dengan pengorganisasian belajar. Selama proses belajar, masalah belajar serimgkali berkenaan dengan bahan belajar dan sumber belajar. Sedangkan sesudah kegiatan belajar, masalah belajar yang dihadapi guru kebanyakan berkaitan dengan evaluasi hasil belajar.
Secara spesifik masalah yang bersumber dari factor internal berkaitan dengan ; (1) karakteristik siswa, (2) sikap terhadap belajar, (3) motivasi belajar, (4) konsentrasi belajar, (5) kemampuan mengolahbahan belajar, (6) kemampuan menggali hasil belajar, (7) rasa percaya diri, (8) kebiasaan belajar, (9) sedangkan dari faktor eksternal, masalah belajar dipengaruhi oleh ; (a) factor guru, (b) lingkungan sosial, terutama termasuk teman sebaya, (c) kurikulum sekolah, (d) sarana dan prasarana.
Untuk mengatasi masalah belajar, guru perlu mengadakan pendekatan pribadi di samping pendekatan instruksional dalam berbagai bentuk yang memungkinkan guru dapat lebih mengenal dan memahami siswa serta masalah belajar.
Karena keberhasilan belajar merupakan muara dari seluruh aktivitas yang dilakukan guru dan siswa dalam proses pembelajaran, maka setiap guru harus berupaya secara optimal memahami berbagai factor yang dapat menyebabkan terjadinya hambatan-hambatan di dalam proses belajar dan pembelajaran. Demikian pula berupaya secara terus menerus mengkaji dan mencoba berbagai bentuk pendekatan dan teknik-teknik inovatif guna mengatasi keadaan yang dapat menghambat tercapainya tujuan belajar tersebut.
Dalam memahami masalah belajar guru hendaklah memiliki pandangan bahwa munculnya masalah belajar bukan karena kelemahan guru semata-mata, akan tetapi akan menjadi salah satu pertanda bahwa kegiatan belajar merupakan aktivitas yang dinamis, baik dilihat dari sumber, waktu maupun peristiwa. Karena itu pemahaman tentang masalah belajar memungkinkan guru dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan yang muncul ketika proses belajar berlangsung yang berpotensi menghambat tercapai tujuan belajar.

BAB VIII EVALUASI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Evaluasi merupakan salah satu komponen penting di dalam seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran. Dengan melakukan evaluasi secara benar, guru dapat mengetahui tingkat keberhasilan proses pembelajran yang dilakukannya, pada tiap kali pertemuan, setiap caturwulan, setiap semester, setiap tahun, bahkan selama berada pada satuan pendidikan tertentu. Melalui evaluasi ini pula guru dapat mengetahui efektivitas penggunaan metode pembelajaran, kamampuan memotivasi siswa serta kemampuan mendayagunakan sumber-sumber belajar yang tersedia.
Karena evaluasi merupakan satu kesatuan yang utuh di dalam proses pembelajaran, maka setiap guru dituntut memiliki kapasitas kemampuan untuk melaksanakan evaluasi secara tepat agar hasil yang diperoleh melalui evaluasi tersebut mampu memberikan gambaran yang benar dari tingkat kemampuan siswa. Pemahaman guru yang baik tentang hakikat, prosedur, jenis-jenis serta prinsip-prinsip evaluasi meruapakan kerangka mendasar untuk membangun kemampuan melaksanakan evaluasi secara tepat. Pada gilirannya evaluasi yang tepat adalah evaluasi yang dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip tertentu dan tidak terlepas dari kekhususan atau karakteristik serta tujuan pembelajaran. Ketidaktepatan di dalam pelaksanaan evaluasi tidak hanya menyebabkan kurang serasinya pelaksanaan proses pembelajaran, akan tetapi juga berakibat rendahnya keakuran di dalam menentukan kompetensi dan performance belajar siswa.
Evaluasi yang tepat dapat menjadi wahana untuk mengukur kompetensi atau kapabilitas siswa, menentukan tujuan pembelajaran mana yang belum dioptimalisasi pencapaiannya, merumuskan rangking siswa, memberikan informasi kepada guru tentang ketetapan strategi pembelajaran yyang digunakan dan untuk merencanakan prosedur perbaikan rencana pelajaran. Masih banyak manfaat-manfaat lainnya jika evaluasi pembelajaran dapat dilakukan secara tepat untuk mencapai ketepatan evaluasi tersebut, mak perlu diperhatikan syarat-syarat evaluasi, terutama berkaitan dengan vadilitas dan reiiabilitas. Di saming dua syarat mendasar tersebut juga perlu diperhatikan syarat kepraktisan evaluasi tanpa mengabaikan kedua syarat utama sebelumnya.

BAB IX MEMAHAMI PEMBELAJARAN ELEKTRONIK (E-LEARNING)

E-learning merupakan salah satu wujudsyarat perubahan besar kalau tidak dikatakan revolusi di dalam kemajuan teknologi pendidikan. Dalam waktu yang panjang kita mengenal proses pembelajaran hanya melalui tatap muka yang mempersyaratkan guru atau sumber belajar dan siswa berada pada tempat yang sama dan dalam waktu yang sama dengan pembatasan waktu dan tempat secara ketat. Ketika perkembagan selanjutnya guru dan siswa dapat belajar dengan bantuan media cetak, menyebabkan proses belajar dapat berlansung meskipun siswa dan guru tidak berada pada tempat dan waktu secara bersamaan karena adanya bantuan modul-modul belajar. Kelemahannya tidak dapat terjadi interaksi apalagi dalam waktu bersamaan. Kelemahan-kelemahan tersebut menjadi teratasi ketika komunikasi telah dilakukan melalui fasilitas elektronik secara online. Dalam waktu yang sama atau berbeda seseorang dapat mengakses bahan-bahan belajar, tugas-tugas kapan saja yang ia inginkan. Melalui fasilitas tertentu secara online tersebut sumber belajar dan pembelajaran dapat saling berdialog, bertukar pikiran, memberikan pertanyaan, menyelesaikan tugas yang diberikan. Inovasi ini tidak sekedar memberi kemudahan mengakses informasi, akan tetapi telah berubah pula berpikir, kebiasaan atau sikap seseorang sehingga telah berubah paradigma. Paradigma pendidikan menjadi bergeser dari perolehan tingkat pengetahuan dan keterampilan yang konstan setelah selesai mengikuti pendidikan, menjadi paradigma pengetahuan dan keterampilan yang selalu diperbaharui dalam waktu relatif singkat.
Melalui media komunikasi elektronik ini di samping banyak nilai tambah, keunggulan atau kelebihan, mengharuskan pula kita untuk mengkaji berbgai factor yang tidak dapat hadir bersamaan dengan komunikasi online tersebut, terutama berkenaan aspek-aspek pedagogis. Namun demikian beberapa pendapat mengungkapkan bahwa pembelajaran melalui komunikasi online tidak berarti meniadakan unsure-unsur pedagogis karena di dalamnya juga dikembangkan beberapa pendekatan pembelajaran antara lain yang menekankan pada pendekatan kelompok-kelompok, aktivitas-aktivitas kalaboratif, diskusi-diskusi langsung pengembangan model-model permainan dan beberapa bentuk penekanan pembelajaeran lainnya melalui online.

Emoticon Ini Tidak Untuk Komentar Lewat Facebook.Copas Kode Pada Komentar Mu....
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i:
:j: :k: :l: :m: :n: :o: :p: :q: :r:
:s: :t: :u: :v: :w: :x: :y: :z: :ab:
Previous Post Home
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

Mohon maaf apabila terdapat komentar yang sesuai kriteria di bawah ini akan dihapus, demi kenyamanan bersama

1. Komentar berbau pornografi, sara, dan menyinggung.
2. Mencantumkan link hidup.
3. Mengandung SPAM.
4. Mempromosikan Iklan.

Terima kasih atas perhatiannya.