PEMBAHASAN
PRINSIP-PRINSIP
YANG MENDASARI PEMBELAJARAN
Prinsip-prinsip pembelajaran yang dibahas dalam bab ini sangat berkaitan
dengan segala komponen pengajaran, baik yang menyangkut apa dan bagaimana peran
guru dalam pengajaran, kea rah mana sebenarnya pelajaran harus dilaksanakan,
maupun menyangkup apa, mengapa, dan bagaimana supaya peserta didik dapat
terlibat aktif dalam pengajaran. Ada
pun prinsip-prinsip pengajaran itu meliputi:
A. Prinsip Motivasi
Motivasi merupakan tenaga pendorong bagi seseorang agar memiliki energi
atau kekuatan melakukan sesuatu dengan penuh semangat. Motivasi sebagai
kekuatan yang mempu mengubah energi dalam diri seseorang dalam bentuk aktivitas
nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Hamalik (2001), mengemukakan bahwa motivasi
adalah sesuatu perbuatan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan
timbulnya afektif perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan). Perubahan energi
di dalam diri seseoarang tersebut kemudian membentuk suatu aktivitas nyata
dalam berbagai bentuk kegiatan tersebut.
Prinsip-prinsip motivasi dalam proses pembelajaran akan dapat berlangsung
dengan baik, bagaimana guru memahami beberapa aspek yang berkenaan dengan
dorongan psikologis sebagai individu dalam diri siswa sebagai berikut;
- Sebagai prinsip individu tidak hanya didorong oleh pemenuhan aspek-aspek biologis, social, dan emosional, akan tetapi individu perlu juga dorongan untuk mencapai sesuatu yang lebih dari yang ia miliki saat ini.
- Pegetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan mendorong terjadinya peningkatan usaha.
- Motivasi dipengaruhi oleh unsure-unsur kepribadian.
- Rasa aman dan keberhasilan dslam mencapai tujuan cenderung meningkatkan motivasi belajar.
- Motivasi bertambah bila pelajar memiliki alasan untuk percaya bahwa sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi.
- Kajian dan penggunaan guru, orang tua, dan teman sesusia berpengaruh terhadap motivasi dan prilaku.
- Insentif dan hadian material kadang-kadang berguna dalam situasi kelas, dan ada bahayanya bila anak bekerja karena ingin mendapatkan hadiah dan bukan karena memang ingin belajar.
- Kompetisi dan insentif dalam waktu tertentu dapat meningkatkan motivasi.
- Sikap yag baik untuk belajar dapat dicapai oleh kebanyakan individu dalam suasana belajar yang memuaskan.
- Proses belajar dan kegiatan yang di kaitkan kepada mnat pelajar saat itu dapat mempertinggi motivasi.
B. Prinsip
Transfer dan Retensi (ingatan)
Berkenaan dengan proses transfer dan retensi terdapat beberapa prinsip
yaitu:
- Tujuan belajar dan daya ingat dapat menguat retensi.
- Bahan yang bermakna bagi pelajar dapat diserap lebih baik.
- Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi psikis dan fisik dimana proses balajar itu terjadi.
- Latihan yang terbagi-bagi memungkinkan retensi yang lebih baik.
- Proses balajar cenderung terjadi bila kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat memberikan hasil yang memuaskan.
- Proses sering mempengaruhi dalam belajar akan terjadi bila bahan baru yang sama dipelajari mengikuti bahan yang lalu.
- Pengetahuan tentang konsep, prinsip dan generalisasi dapat diserap dengan baik dan dapat diterapkan lebih berhasil dengan cara menghubung-hubungkan prinsip yang dipelajari dengan memberikan ilustrasi unsure-unsur yang serupa.
- Transfer hasil belajar dalam situasi baru dapat lebih mendapat kemudahan bila hubungan-hubungan yang bermanfaat dalam situasi yang khas dan dalam situasi yang agak sama dapat diciptakan.
- Tahap akhir proses belajar seyogyanya memasukkan usaha untuk menarik generalisasi[1].
C. Prinsip Peragaan
Alat indera merupakan pintu gerbang pengetahuan.
Peragaan adalah menggunakan alat indera untuk mengamati, meneliti, dan memahami
sesuatu. Pemahaman yang mendalam akan lahir dari analisa yang komprehensif
sehingga menghasilkan gambaran yang lengkap tentang sesuatu.
Agar siswa dapat mengingat, menceritakan, dan
melaksanakan suatu pelajaran yang pernah diamati, diterima, atau dialami di
kelas, maka perlu didukung dengan peragaan-peragaan (media pengajaran) yang
bisa mengkonkritkan yang abstrak.
Bentuk upaya guru untuk merangsang mengkonkritkan
yang abstrak dapat dilakukan antara lain:
a.
Siswa diberi perbendaharaan tanggapan yang besar, memberikan tanggapan
sebanyak-banyaknya dengan menggunakan alat peraga.
b.
Guru mengajarkan sesuatu pada siswa dengan mempertautkan
tanggapan-tanggapan yang telah ada pada diri siswa.
c.
Guru mengajar kata-kata baru dengan menyuruh siswa melihat, mendengar,
mengucapkan, dan menuliskannya.
Ada dua macam peragaan dalam dunia pendidikan :
d.
Peragaan langsung, yaitu dengan memperlihatkan bendanya sendiri (asli) ke
dalam kelas dan mengadakan percobaan-percobaan ke laboratorium, ke
pabrik-pabrik, ke kebun binatang, dan sebagainya.
e.
Peragaan tidak langsung, yaitu dengan menunjukan benda tiruan, seperti
gambar, foto, film, dan sebagainya.
D. Prinsip Kerjasama dan Persaingan
Kerjasama dan persaingan adalah dua hal berbeda.
Namun dalam dunia pendidikan (prinsip pengajaran) keduanya bisa bernilai
positif selama dikelola dengan baik. Persaingan yang dimaksud bukan persaingan
untuk saling menjatuhkan dan yang lain direndahkan, tetapi persaingan yang dimaksud
adalah persaingan dalam kelompok belajar agar mencapai hasil yang lebih tinggi
tanpa menjatuhkan orang atau siswa lain.
Kerja sama kelompok sangat penting bagi peserta
didik untuk membangun sikap demokratis, maka guru dituntut melaksanakan prinsip
kerjasama atau kerja kelompok. Dalam kerja kelompok terbentuk relasi antar
individu secara aktif, namun di dalamnya tidak tertutup kemungkinan terjadi
persaingan secara sehat dan baik. Maka sebelum belajar kelompok, guru dituntut
memberikan arahan yang baik pula[2].
E. Prinsip
Pengulangan (Repitisi)
Teori belajar klasik yang memberikan dukungan paling kuar terhadap
prinsip belajar pengulangan ini adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori
ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya
berpikir, mengingat, mengamati, menghapal, menanggapi dan sebagainya. Melalui
latihan-latihan maka daya-daya tersebut semakin berkembang. Sebaliknya semakin
berkurang pemberian latihan maka daya-daya tersebut semakin lambat
berkembangnya.
Disamping teori psikologi daya, prinsip pengulangan ini juga didasari
oleh teori Psikologi Asosiasi atau Connecsionisme yang dipelopori oleh
Thorndike dengan salah satu hukum belajarnya “Law of exercise”, yang mengemukakan bahwa belajar adalah
pembentukan hubungan stimulus dan respon. Dengan pengulangan,
pengalaman-pengalaman belajar maka akan semakin memperkuat hubungan stimulus
dan respons[3].
F. Prinsip
Perbedaan Individual
Sebelum guru menentukan strategi pembelajaran, metode dan teknik –teknik
evaluasi yang akan dipergunakan, maka guru terlebih dahulu dituntut untuk
memahami karakteristik siswa dengan baik. Hal ini dikarenakan dari hasil
sejumlah riset menujukkan bahwa keberagaman faktor, seperti sikap siswa,
kemampuan dan gaya
belajar, pengetahuan serta kemampuannya dan konteks pembelajaran merupakan
komponen yang memberikan dampak sangat penting terhadap apa yang sesungguhnya
harus siswa-siswi pelajari (Killen, 1998: 5).
Michael Grinder, pengarang Righting the Education Conveyor Belt (DePoter
& Henacki, 2000:112), telah mengajar gaya-gaya belajar dan mengajar kepada
banyak instruktur. Ia mencatat bahwa dalam setiap kelompok terdiri dari tiga
puluh murid, sekitar dua puluh orang mampu belajar cukup efektif dengan
cara-cara visual, audiotorial, dan kinestetik sehingga mereka tidak membutuhkan
perhatian khusus. Dari sisa delapan orang, sekitar enam orang memilih satu
modalitas belajar dengan sangat menonjol melebihi dua modalitas lainnya.
Sehingga setiap saat meraka harus selalu berusaha keras untuk memahami perintah,
kecuali jika perhatian khusus diberikan kepada mereka dengan mengadirkan cara
yang mereka pilih. Dua orang murid lainnya mempunyai kesulitan belajar karena
sebab-sebab eksternal.
Peserta didik adalah individual yang memiliki keunikan, berbeda satu sama
lain dan tidak satupun yang memiliki cirri-ciri persih sama meskipun mereka
kembar. Setiap individu pasti memiliki karekteristik yang berbeda satu sama
lainnya. Perbedaan individual ini merupakan kodrat manusia yang bersifat alami[4].
G. Prinsip
Aktivitas
Thomas M. Risk dalam bukunya Principlens and Practies of Teaching (1958)
halaman 7 mengemukakan tentang belajar mengajar sebagai berikut: Teaching is
the guidance of learning experiences (mengajar adalah proses mebimbing
pengalaman belajar). Pengalaman itu sendiri hanya mungkin diperoleh jika
peserta didik itu dengan keaktifannya sendiri bereaksi terhadap lingkungannya.
Guru dapat membantu peserta didik belajar tapi guru tidak dapat belajar untuk
anak itu.
Dengan demikian, belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam
aktifitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktifitas fisik
ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sestuatu, bermain
ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya
pasif. Peserta didik yang memiliki aktifitas psikis (kejiwaan)
adalah, jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi
dalam rangka pengajaran. Seluruh peranan dan kemauan dikerahkan dan diarahkan
supaya daya itu tetap aktif untuk mendapatkan hasil pengajaran yang optimal
sekaligus mengikuti proses pengajaran (proses perolehan hasil pelajaran) secara
aktif: ia mendengarkan, mengamati, menyelidiki, menguraikan, mengasosiasikan
ketentuan satu sama lainnya, dan sebagainya.
Guru hanyalah merangsang keaktifan dengan jalan menyajikan bahan
pelajaran, sedangkan yang mengolah dan mencerna adalah peserta didik itu
sendiri sesuai kemauan, kemapuan, bakat, dan latar belakang masing-masing.
Belajar adalah suatu proses di mana peserta didik harus aktif.
Implikasinya:
1.
Untuk membangkitkan keaktifan jiwa
peserta didik, guru perlu:
·
Mengajukan pertanyaan dan bimbingan
diskusi peserta didik.
·
Memberikan tugas-tugas
untuk memecahkan masalah-masalah, menganalisis, megambil keputusan, dan
sebagainya.
·
Menyelenggarakan berbagai
percobaan dengan menyimpulkan keterangan, memberikan pendapat, dan sebagainya.
2.
untuk membangkitkan keaktifan
jasmani, maka guru perlu:
·
menyelenggarakan berbagai
bentuk pekerjaan keterampilan di bengkel, laboratorium, dan sebagainya.
·
Mengadakan pameran,
karyawisata, dan sebagainya[5].
H. Prinsip
Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang di luar diri individu. Ada pun lingkungan
pengajaran merupakan segala apa yang visa mendukung pengajaran itu sindiri yang
dapat difungsikan sebagai “sumber pengajaran” atau “sumber belajar”. Bukan
hanya guru dan buku/bahan pelajaran yang menjadi sumber belajar. Apa yang
dipelajari peserta didik tidak hanya terbatas pada apa yang disampaikan guru
dan apa yang ada dalam textbook. Banyak hal yang dapat dipelajari dan
dijadiakan sumber belajar peserta didik. Pengajaran yang tidak menghiraukan
prinsip lingkungan akan mengakibatkan peseta didik tidak mempu beradaptasi
dengan kehidupan tempat ia hidup. Pengetahuannya itu bagi lingkungan yang ia
hadapi.
Ada 2
cara menggunakan lingkungan seagai sumber pengajaran/belajar.
- membawa eseta didik dalam lingkungan dan masyarakat untuk keperluan pelajaran (karyawisata, school camping, interviu, survey).
- membawa sumber-sumber dari masyarakat ke dalam kelas pengajaran unuk kepentingan pelajaran (benda-benda, seperti pameran atau koleksi).
Usaha-usaha lain yang dapat dilakukan untu melaksanakan prinsip
lingkungan di antaranya adalah:
-
memberi pengetahuan tentang
lingkungan peserta didik.
-
Mengusahakan agar alat yang
digunakan berasal dari lingkungan yang dikumpulkan baik oleh guru maupun
peserta didik.
-
Memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk melaksanakan penyelidikan sesuai dengan kemampuan melalui
bacaan-bacaan dan observasi, kemudian mengekspresikan hasil penemuannya dalam
bentuk percakapan, karangan, gambar, pameran, perayaan, dan sebagainya[6].
I. Prinsip
Konsentrasi
Pada saat proses pengajaran berlangsung, seharusnya guru berupaya agar
peserta didik memusatkan perhatian (konsentrasi). Perhatian sebagai modus,
tempat berlangsungnya aktivitas. Bila perhatian perhatian ini sekehendak maka
disebut sebagai konsentrasi; perhataian terpusat.
Upaya untuk mendorong peserta didik agar konsentrasi (memusatkan
perhatiannya) dan melakukan suatu penyelidikan seta menemukan sesuatu yana
dapat dugunakan kelak untuk kehidupan di dalam masyarakat, maka pada setiap
pengajaran, guru dituntut untuk dapat mengatur atau menelola pelajara
sedemikian rupa.
Di samping itu, dengan adanya focus (pusat) perhatian atau konsentrasi,
maka:
-
akan mengakibatkan minat peseta
didik untuk menaruh perhatian dalam pengajaran dan menimbulkan daya konsentrasi
itu sendiri.
-
Dapat mengoganisasikan bahan
pelajaran yang menjadi suatu problem yang mendorong peserta didik selalu aktif
dalam hal mengamati, menyelidiki, memecahkan, dan menentukan jala
penyelesaiannya sekaligus bertanggung jawab atas tugas yang disetahkan
kepadanya.
-
Dapat memberikan bahan pelajaran
sehingga merupakan totalitas yang bermakna bagi peseta didik yang dapar
digunakan untuk menghadapi tempat ia hidup[7].
J. Prinsip Kebebasan
Pengertian kebebasan menurut Rosella Linskie, dalam bukunya The
Learning Process, (1977) halaman 31, adalah mengandung tiga dimensi yaitu:
-
self direcness
-
self discipline
-
self control
setiap peserta didik harus dapat mengembangkan diri dengan bebas. Untuk
itu mereka harus di bombing sedemikian rupa sehingga mereka akan sanggup
mandiri. Guru yang telah menguasai peserta didik dan memaksakan kehendaknya
kepada mereka, akan berdampak pada peserta didik menjadi individu yang selalu
dependent pada orang lain dan inisiatifnya menjadi beku[8].
K.
Keterlibatan Langsung/ Berpengalaman
Edgar Dale, dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam
kerucut pengalamannya mengemukakan bahwa yang paling baik adalah belajar
melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa
tidak sekedar mengamati terapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam
perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.
Keterlibatan langsung di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan
fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental
emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan
pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan
sikap dan nilai, juga pada saat megadakan latihan-latihan dalam pembentukan
keterampilan[9].
L. Prinsip
Permainan dan Hiburan
Para sarjan pendidikan berpandangan
bahwa, pada dasarnya setia individu/peserta didik itu sangat membutuhkan
permainan dan hiburan setelah selesai belajar. Kelas pengajaran yang diliputi
oleh semua suasana hening, sepi, serius, dan penuh konsentrasi terhadap
pelajaran, maka akibat yang tak disadari sid (effeck) menjadikan
individu merasa kelelahan, bosan, capek, butuh refresing, istirahat, rekreasi,
dan semacamnya.
Al-ghazali menyarankan agar anak-anak (peserta didik) diizinkan
bermain-main dengan permainan ringan dan tidak yang berat-berat sesudah jam
pelajaran untuk memperbaharui kegiatan dengan syarat permaianan-permainan
tersebut tidak meletihkan mereka, jika dilarang bermain dan dipaksakan saja
belajar, hatinya akan menjadi mati, kepintarannya akan tumpul dan mereka akan
merasakan kepahitan dengan hidup ini[10].
PENUTUP
KESIMPULAN
Prinsip-prinsip pembelajaran yang dibahas dalam bab ini sangat berkaitan
dengan segala komponen pengajaran, baik yang menyangkut apa dan bagaimana peran
guru dalam pengajaran, kea rah mana sebenarnya pelajaran harus dilaksanakan,
maupun menyangkup apa, mengapa, dan bagaimana supaya peserta didik dapat
terlibat aktif dalam pengajaran. Ada
pun prinsip-prinsip pengajaran itu meliputi:
A.
Prinsip Motivasi,
B.
Prinsip Transfer dan Retensi
(ingatan),
C.
Prinsip Peragaan,
D.
Prinsip Kerjasama dan Persaingan,
E.
Prinsip Pengulangan (Repitisi)
F.
Prinsip Perbedaan Individual,
G.
Prinsip Aktivitas,
H.
Prinsip Lingkungan,
I.
Prinsip Konsentrasi,
J.
Prinsip Kebebasan,
K.
Keterlibatan Langsung/
Berpengalaman,
L.
Prinsip Permainan dan Hiburan.
Aunurrahman, Belajar
dan Pembelajaran, Bandung,
PT Alfabeta, 2008
Drs. Ahmad Royani Hm, M.Pd, Pengelolaan Pembelajaran,
Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2004
Dr. Dimyati, Drs, Mudjiono, Belajar Dan
Pembelajaran, Jakarta,
PT. Rineka Cipta, 2002
[1]
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung, PT Alfabeta, 2008, h. 89-92.
[3]
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, h. 95.
[4] Ibid., h.102-102.
[5] Drs.
Ahmad Royani Hm, M.Pd, Pengelolaan Pembelajaran, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2004, h. 6-10.
[6] Ibid,.
h. 19-20.
[7] Ibid., h.
20-21.
[8] Ibid.,
h. 21-23.
[9] Dr.
Dimyati, Drs, Mudjiono, Belajar Dan Pembelajaran, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2002, h. 45-46.
[10] Drs.
Ahmad Royani Hm, M.Pd, Pengelolaan Pembelajaran, h. 30-31.