Pengertian
Minuman Beralkohol
Alkohol yang dimaksud dalam pembahasan di sini ialah etil
alkohol atau etanol, suatu senyawa kimia dengan rumus
C2H5OH (Hukum Alkohol dalam Minuman). Penggunaan etanol
sebagai minuman atau untuk penyalahgunaan sudah dikenal
luas. Karena jumlah pemakaian etanol dalam minuman amat banyak, maka tidak mengherankan keracunan akut maupun kronis akibat etanol sering
terjadi.
Efek Samping
Bila dikonsumsi berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan efek
samping ganggguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi
berpikir, merasakan, dan berprilaku. Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi
langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat. Karena sifat adiktif alkohol itu, orang yang
meminumnya lama-kelamaan tanpa sadar akan menambah takaran/dosis sampai pada
dosis keracunan atau mabuk.
Mereka yang
terkena GMO biasanya mengalami perubahan perilaku, seperti misalnya ingin
berkelahi atau melakukan tindakan kekerasan lainnya, tidak mampu menilai
realitas, terganggu fungsi sosialnya, dan terganggu pekerjaannya. Perubahan
fisiologis juga terjadi, seperti cara berjalan yang tidak mantap, muka merah,
atau mata juling. Perubahan psikologis yang dialami oleh konsumen misalnya
mudah tersinggung, bicara ngawur, atau kehilangan konsentrasi.
Mereka yang
sudah ketagihan biasanya mengalami suatu gejala yang disebut sindrom putus
alkohol, yaitu rasa takut diberhentikan minum alkohol. Mereka akan sering
gemetar dan jantung berdebar-debar, cemas, gelisah, murung, dan banyak
berhalusinasi[1].
Minuman Keras
Adalah Penyakit
Islam tidak memberikan toleransi kepada minuman keras, meski hanya
sedikit ataupun berurusan dengannya, berupa jual beli, hadiah, produksi,
menyuguhkannya dalam pesta ataupun dalam bentuk lain, meski kepada orang non
muslim atau mencampurnya dengan makanan.
Ada satu
kasus yang sering dipertanyakan, yaitu penggunaan minuman keras sebagai obat.
Pertanyaan yang sama pernah diajukan kepada Rasulullah saw. Dan melarangnya,
tapi orang itu protes: “saya meminumnya sebagai obat.” Rasulullah saw bersabda:
إِنَّهُ
لَيْسَ بِدَوَاءٍ وَلَكِنَّهُ دَاءٌ
Artinya:
dia bukanlah obat, tapi penyakit.
Rasulullah saw juga bersabda:
إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ
وَجَعَلَ لَكُمْ دَاءً دَوَاءً فَتَـدَاوَوْا وَلاَتَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
Artinya:
sesungguhnya Allah swt, menurunkan penyakit dan obat, dan menjadikan penyakit
sebagai obat untuk kalian. Maka berobatlah kalian dan janganlah kalian berobat
dengan barang haram.
Terkait dengan bahan yang membabukkan, Ibnu Mas’us ra.
Berkata: “Allah swt tidak menjadikan obat untuk kalian dari barang yang
diharamkan pengobatannya dengan minuman keras ataupun barang haram yag lain,
karena konsep pengharaman menuntut barang tersebut dijauhi. Sementara
menjadikannya sebagai obat identik dengan ajakan untuk mengkonsumsinya. Ini
tertentu kontradiktif dengan paradigma pengharaman itu sendiri. Begitulah yang
dikatakan Imam Ibnu Qayyim.
Dia menandaskan: “menghalalkan barang yang haram sebagai
obat, apalagi jiwa orang itu sendiri merasa cocok, justru akan medorong
seseorang untuk mengkonsumsinya sekedar sebagai kepuasan dan kenikmatan. Apalagi
jika dia beranggapan barang tersebut bermanfaat untuk kesehatan, menghilangkan
kegelisahan dan menyembuhkan penyakitnya. Dalam obat haram seperti ini, akan
lebih banyak penyakit lagi yang bakal timbul ketimbang kesembuhan yang
dihayalkan.”
Imam Ibnu Qayyim mengingatkan dampak psikologis yang
sangat penting: “salah satu syarat untuk kesembuhan adalah sugesti, yakin akan
kesembuhan yang diberikan Allah swt kepadanya. Di sisi lain, keyakinan seorang
muslim aka keharaman obat tersebut akan menjadi salah satu faktor yang
menghalangi keyakinan akan manfaat dan berkah kesembuhan ini. Semakin bersar
keyakinan ini, maka kebenciannya menjadi semakin besarm dan keyakinannya kepada
benda inipun menjadi negatif dan tidak memberikan respek kepadanya. Dengan
kondisi ini, tentunya pengobatan ini tidak membawa kesembuahan, tapi justru
akan menimbulkan penyakit baru.”
Terlepas dari asumsi di atas, kondisi darurat mempunyai
hukum dari yurisdiksi sendiri dalam pandangan syari’at. Misalan saja minuman
keras atau bahan yang oplos dengannya
dianggap sebagai saru-satunya obat yang dapat menyembuhka penyakit yang dapat
merenggur nyawa seseorang, menurut seorang dokter muslim yang ahli dibidangnya
dan ta’at beragama, meski saya ragu akan terjadi, maka kaidah syari’at tidak
akan melarannya. Dengan catatan keadaan yang ada memang sangat mendesak. Dalam
sebuah ayat Allah swt. Berfirman:
…فَمَنِ اضْطُرَّ
غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: maka barangsiapa yang dalam keadaan
terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha penyayang". (QS.
Al-An’am: 145)[2]
Menurut Per. Menkes No. 86/ 1977 itu, minuman beralkohol
dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan. Golongan A dengan
kadar alkohol 1 - 5 %, misalnya bir. Golongan B dengan
kadar alkohol 5- 20 %, misalnya anggur. Golongan C dengan kadar 20 - 55 %, misalnya wiski dan brendi[3].
Kadar alkohol dalam minuman
beralkohol berbeda-beda, sebagaimana dapat
dilihat dalam tabel berikut :
dilihat dalam tabel berikut :
No
|
Jenis Minuman
|
Kadar Alkohol
|
1
|
Bir Putih
|
1 -5 %
|
2
|
Bir Hitam
|
15 %
|
3
|
Samsu
|
20 %
|
4
|
Macam-Macam Anggur
|
15 %
|
5
|
Ryn & Moezelwijn
|
10 %
|
6
|
Anggur Malaga
|
15 - 17 %
|
7
|
Tokayer
|
15 %
|
8
|
Sherry
|
20 %
|
9
|
Likeuren
|
30-50 %
|
10
|
Anggur Perancis
|
9-11 %
|
11
|
Champagne
|
10- 12 %
|
12
|
Anggur Spanyol
|
15-20 %
|
13
|
Anggur Hongaria
|
15-20 %
|
14
|
Rhum dan Brandy
|
40-70 %
|
15
|
Jenever
|
40 %
|
16
|
Bols
|
40 %
|
17
|
Hulskamp
|
40 %
|
18
|
Whiskey
|
30-40%
|
19
|
Cognac
|
30-40 %
|
20
|
Tuak & Saguer
|
11-15 %
|
21
|
Shake
|
10 %
|
Kesimpulan
Khomr dan alkohol (etanol) adalah minuman yang memabukan. Menurut
hukum asalnya alkohol hukumnya najis sebagaimana Firman Alloh
dalam QS. Al- Maidah ayat 90. pemanfaatan benda najis
pada asalnya adalah haram. Adapun bila digunakan untuk
kepentingan pengobatan atau produksi obat, seperti digunakan sebagai desinfektan alat dan tangan sebelum operasi, pembersih kulit
sebelum injeksi, atau sebagai campuran obat, hukumnya
makruh, tidak haram. Menjualbelikan alkohol pada asalnya
adalah haram, kecuali untuk kepentingan pengobatan,
hukumnya boleh.