Telah dipresentasikan dalam mata kuliah telaah materi SKI dan direvisi oleh:
Hayatun Nufus
Salasiah
Untuk mengunduh file dalam bentuk power point dapat diklik link disini
Diedit oleh Arief Rahman
BAB I
PENDAHULUAN
Pemerintahan
‘Abbasiyyah adalah keturunan daripada Al-‘Abbas, paman Nabi SAW. Bani Hasyim beranggapan
setelah wafatnya Rasulullah SAW jabatan kekhalifahan akan diserahkan kepada
keluarga Nabi SAW dan sanak saudarannya, namun hal ini tidak terjadi karena dalam
pemikiran Islam yang sehat menetapka bahwa jabatan khalifah itu adalah milik
seluruh kaum muslimin, dan mereka berhak melantik siapa saja diantara kalangan
mereka untuk menjadi khalifah setelah mendapatkan dukungan. Tetapi, orang-orang
Parsi yang masih berpegang teguh kepada prinsip hak ketuhanan yang masih suci
terus berusaha menyebarkan prinsip tersebut sehingga mereka berhasil membawa
bani Hasyim ke tampuk pemerintahan.[1]
Berdirinya
Daulah ‘Abbasiyyah diawali dengan dua strategi, yaitu: pertama dengan sistem
mencari pendukung dan penyebaran ide rahasia, hal ini sudah berlangsung sejak
akhir abad pertama hijriah yang bermarkas di Syam dan tempatnya di Al Hamimah,
sistem ini berakhir dengan bergabungnya Abu Muslim Al-Khurasaniyang sepakat
atas terbentuknya Daulah ‘Abbasiyyah. Strategi kedua dilanjutkan dengan
terang-terangan dan himbauan di forum-forum resmi untuk mendirikan Daulah ‘Abbasiyyah
berlanjut dengan peperangan melawan Daulah Umayyah.[2]
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Berdirinya Dinasti Abbasiyyah
B.
Khalifah-Khalifah
Dinasti Abbasiyyah
1.
Khalifah Ja’far Al-Manshur
Al-Mansur
selama menguasai pemerintahan selama lebih kurang 22 tahun telah membuktikan
prestasi besar dalam mengkonsolidasikan situasi politik. Ia adalah pendiri
dinasti Abbasiyah yang sesungguhnya. Ia memiliki beberapa karakter yang saling
bertentangan. Sebagai penguasa ia sangat keras dan kejam terhadap musuh-musuh negara,
namun ia adalah seorang kawan yang setia dan baik hati. Seorang ahli sejarah
al-Syuyuti menilai bahwa al-Mansur adalah penguasa Abbasiyah pertama yang memecah persatuan kelompok Abbasiyah dan
Syi’ah yang sebelumnya telah bersatu. Sebagai seorang muslim, pribadi al-Mansur
adalah saleh dan penuh keteladanan. Ia merupakan figur penegak keadilan yang
sejati dan ia telah membuktikannya selama masa pemerintahannya. Ia tidak
malu-malu mendatangi sidang pengadilan sebagaimana rakyat biasa atas gugatan seorang
pemilik unta. Dan ia menyanjung hakim dan memberinya penghargaan tinggi atas
keputusannya yang adil dan tidak memihak, sekalip[un keputusan tersebut tidak
menguntungkan sang khalifah. Ia merupakan politikus, negarawan dan penguasa
yang tidak ada bandingannya pada saat itu, ia telah mencurahkan seluruh waktu
dan kemampuannya demi keberhasilan tugas dan tanggung jawabnya. Selain
pikirannya yang cerdas, ia juga sangat disiplin dalam tugasnya. Waktu paginya
untuk menjalankan kepentingan negara, sedang waktu sorenya untuk kepentingan
keluarga. Bahkan selepas shalat isya ia sering meminta laporan harian dan
berunding dengan pejabat-pejabatnya. menjelang tengah malam ia baru berangkat
tidur dan bangun fajar untuk menjalankan shalat subuh.
Pada masa pemerintahannya ini negeri–negeri timur mulai
mengembangkan tata kehhidupan negeri Barat. Pakaian kebesaran Persia dijadikan
sebagai pakaian resmi kenegaraan, sementara itu pakar-pakar (ulama) timur
diberi kedudukan yang tinggi. Bangsa arab mulai kehilangan perannya tidak hanya
dalam peran-peran sosial lainnya. Ia juga seorang ahli dalam bidang seni dan
ilmu pengetahuan, karena itu ia mendirikan semacam yayasan wakaf dan sejumlah
lembaga-lembaga pendidikan diberbagai penjuru.
Pada masa pemerintahannya ini, berbagai disiplin ilmu seperti
kepustakaan, sejarah, kedokteran, dan khususnya astronomi dipelajari dan
berkembang dengan pesat. Ia menetapkan beberapa petunjuk teknis gerakan
penerjemahan buku-buku seni dan ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa asing.[3]
2.
Khalifah Harun Ar-Rasyid
Harun
al-Rasyid tidak hanya khlaifah terbesar Abbasiyah sekaligus juga sebagai
penguasa terbesar pada saat itu. Abad kesembilan belas ditandai dengan
tampilnya dua raja besar dunia: Charlemagne penguasa besar di Barat, dan Harun
di Timur. Diantara keduanya Harun lebih mencerminkan penguasa yang hebat dan
berbudaya tinggi. Keduanya telah menjalin kerja sama untuk kepentingan
masing-masing. Bagi Harun, keteguhandalam menjalankqan agama telahmendarah
daging dalam dirinya. Sekalipun dirinya penuh dengan tanda kehormatandan
kemewahan, namun ia tetap menjadi pribadi yang shaleh, dermawan dan sederhana.
Pribadinya yang luhur inilah merupakan sebab penghormatan rakyat sejati
kepadanya. Sekalipun dalam ilmu pengetahuan, ia terungguli oleh putranya yang bernama
al-Makmun, kehebatan terjadi dan kecerdasan intelektualnya tidak ada
bandingannya pada saat itu. Selama masa pemerintahannya rakyat hidup dalam
kemakmuran yang merata, dan ilmu pengetahuan dan peradaban memasuki era
kemajuan ynag menakjubkan. Harun al-Rasyid adalah khalifah yang memiliki
keberanian dan kecakapan yang luar biasa, sehingga sukses dalam memerintah
Imperium Abbasiyah yang luas ini. Rakyat di segenap penjuru menaruh hormat
kepadanya. Para pedagang, ilmuan, pelancong dapat menikmati perjalanan dengan
aman sepanjang waktu. Ia sering kali membagikan sedekah yang besar kepada fakir
miskin dan orang lemah. Untuk melengkapi kesejahteraan rakyat, ia mendirikan
rumah sakit, sekolahan, perguruan tinggi, membangun mesjid, jalan, irigasi dan
menetapkan tunjangan fakir miskin. Tidak seorang khalifahpun sebelum maupun
sesudahnya yang mencurahkan kemampuan dan waktunya demi kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat melebihi apa yang dilakukan oleh Harun al-Rasyid. Bidang
tulis menulis merupakan kegiatan yang paling menonjol kemajuannya. Pakar-pakar
berbagai bidang, seperti hakim, wazir, orator, ahli hadits, pujangga, penyanyi,
musisi, berkumpul di istana Harun dengan karya-karya mereka sehingga Baghdad
benar-benar menjadi kota yang megahdan gemilang bukan hanya karena kekayaannya
melainkan juga karena kemajuan pendidikan dan ketinggian peradabannya. Diantara
pakar bahasa adalah Asmai, Syafei, Abdullah Ibn Idris, Isa Ibn Yunus, Ibrahim
al-Mosuli, dan pakar fisika antara lain Gabriel. Pada saat ini Qazi Abu Yusuf. Harun
juga mengembangkan lembaga penerjemahan yang sebelumnya didirikan untuk
menerjemahkan berbagai disiplin pengetahuan kedalam bahasa Arab.
Kebesaran nama khalifah Harun al-Rasyid dipuja oleh negri-negri
timur dan barat. Kaisar China dan Perancis yang bernama Charlemagne berkenan
mengirimkan delegasinya ke istana Harunsebagai kunjungan persahabatan. Mereka
saling menukr cindera mata dengan sang khalifah. Jadi, dengan penuh
pertimbangan akan dapat dipastikan kedudukan Harun al-Rasyid pada peringkat
pertama diantara penguasa terbesar dunia pada periode tersebut.[4]
3.
Khalifah Al-Makmun
Keberadaan
al-Makmun sebagai penguasa yang masyhur sepanjang sejarah dinasti Abbasiyah.
Disamping sebagai pejuang yang pemberani, ia sekaligus sebagai penguasa yang
bijaksana. Semangat berkarya, bijaksana, pengampun, adil, cerdas dan bebas
dalam berpikir merupakan sifat-sifat utama yang menonjol dalam pribadi
al-Makmun. Pemerintahannya menandai kemajuan yang terhebat dalam sejarah islam.
21 tahun masa pemerintahannya meninggalkan warisan kemajun intelektual islam
yang sangat berharga, dalam berbagai bidang pemikiran. Matematika, astronomi,
kedokteran dan filsafat mencapai kemajuan yang hebat pada masa ini.
Kesadarannya memutuskan bahwa kemakmuran rakyatnya bergantung pada kemajuan pendidikan
dan peradaban. Kesadarannya ini diwujudkan dengan pendirian berbagai sekolahan
dan perguruna diberbagai penjuru. Sikapnya ynag tidak memihak membuatnya tidak
membedakanagama atau ras apapun. Kebebasan berpikir dan beragama berlaku untuk
semua orang. Ia membentuk sebuah dewan pemerintah dimana orang muslim maupun
nonmuslim aktif berpartisipasidi dalamnya.
Al-Makmun besar minatnya terhadap ajaran agama. Kaitannya dengan
ajaran kebebasan berkehendak dan takdir, ia cenderung berpaham muktazilah, khususnya
ia menekan para ahli pikir islam yang menyatakan bahwa Al-Qur’an bersifat azali
(abadi). Pada tahun 212 H/827 M. Ia mengumumkan bahwa doktrin muktazilah
dinyatakan sebagai paham resmi negara, sedang ajaran ortodok dipandang sebagai
paham bid’ah. Pada saat yang sama ia memerintahkan seluruh pejabat agar
memuliakan khalifah Ali sebagai makhluk Allah yang termulia setelah Nabi
Muhammad saw. Pada tahun 218 H/833M Keluar sebuah dekrit yang memerintahkan
agar hakim dan ulama meninggalkan ketidakbenaran paham “keabadian al-Qur’an”.
Sebagian ahli pikir menerima perintah tersebut semata takut kepada al-Makmu,
namun sebagian kecil diantara mereka tetap teguh dalam pendiriannya sekalipun
harus menanggung derita. Dua penguasa pengganti al-Makmun tetap m,emberlakukan
dekrit ini.
Masa pemerintahan Makmun diwarnai dengan gerakan pendidikan, baik
di wilayah timur maupun barat. Ia mendatangkan para ilmuan, penulis, pujangga,
fisikawan, dan filosof untuk berkarya di istana Baghdad. Pada masa ini juga
berkembang kegiatan pengumpulan hadits.
Ahli hadits al-Bukhri dan ahli sejarah al-Wakidi berkarya pada masa
pemerintahan ini. Bahkan ilmuan-ilmuan Yahudi dan Nasrani juga diperkenankan
tinggal di istana karena keilmuan mereka, dan karena kemahiran mereka didalam
bahasa Arab, dan kecakapan mereka mengenai literatur dan bahasa Yunani. Mkmun
memajukan kegiatan penerjemahan yang sebelumnya telah dimulai oleh al-Mansur.
Berdasarkan kebijaksanaannya, buku-buku asing, berbagai kitab sansekerta, buku
matematika dan filsafat Yunani, teori Euclid dan Ptolemy diterjemahkan kedalam
bahasa Arab. Costa, putra Luke, ditunjuk sebagai penerjemah dari bahasa Yunani
dan Syria, Yahya Ibn Harun sebagai penerjemah bahasa Persia, pendeta Duban
sebagai penerjemah sansekerta. Menurut W. Muir, melalui kesibuakn para pekerja
ilmuan ini, bangsa-bangsa Eropa yang telah lama tenggelam dalam kegelapan abad
pertengahan abad dapat mengenal kembali kekayaan ilmunya, yang sebelum ini
mereka tidakmengenal pengetahuan dan filsafat yunani kuno. Sebuah pusat observatory
didirikan didataran Tadmore untuk kepentingan penelitian astronomi dan
geometri. Observasi antariksa mengalami kemajuan pesat pada masa ini. Abu Hasan
menemukan teleskop tabung. Abbas seorang penyair yang menciptakan aliran modern
puisi Persia. Al-Kindi yang semula bekerja di Baitul Hikmah disorong Makmun
untuk melaksanakan tugasnya di Bghdad.
Al-Makmun juga sangat antusias dalam kajian-kajian filsafat, ia
meluangkan harib selasa untuk kajian ini. Orang-orang terdidik dan kaum
terpelajar silih berganti memasuki ruang belajar Makmun, dimana ia mereka
dengan berbagai pembahasan filsafat. Jadi, bahwa pada masa pemerintahan
al-Makmun merupakan kejayaan sejarah bahasa Arab.[5]
BAB III
ANALISIS
SEGI
WAKTU
Dilihat
dari segi waktu pembelajaran ini, tentunya tidak dapat selesai dalam 1 kali
pertemuan, sebab banyaknya materi yang terkandung dalam pembelajaran ini.
SEGI
MATERI
A.
Sejarah
Berdirinya Daulah Abbasiyah
Daulah Abbasiyah
adalah dinasti atau pemerintahan yang namanya dinisbahkan kepada Al ‘Abbas,
paman Nabi Muhammad SAW. Namanya ‘Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib bin
Hasyim bin ‘Abdul Manaf.
Jika dilihat
dari konteks sosio-historis, ada beberapa faktor pendukung yang melatarbelakangi
berdirinya Dinasti ‘Abbasiyah, diantaranya:
a.
Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut ‘Ali dan
Bani Hasyim pada umumnya.
b.
Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga
mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.[6]
c.
Meningkatnya
kekecewaan kaum mawali terhadap penguasa Bani Umayyah.
d. Adanya
kekecewaan dari kaum agamawan terhadap pemerintah Bani Umayyah (hal ini karena
perhatian penguasa terhadap pengembangan agama sangat kurang)
e. Adanya
keinginan masyarakat untuk memperoleh pemimpin kharismatik yang dapat
menyelamatkan kehidupan masyarakat
f. Kebencian
‘Alawiyyin terhadap Bani Umayyah karena tindakan diluar batas, yakni:
§ Mewajibkan
para khatib Jumat untuk menghina, mencaci, dan melaknat ‘Ali bin Abi Thalib;
§ Membunuh
para pemimpin ‘Alawiyyin (diantaranya Husein bin ‘Ali bin Abi Thalib, Yahya bin
Zaid, dan Abu Hasyim bin Muhammad bin Al Hanifah);
§ Mengkhianati
perjanjian Madain (perjanjian antara Muawiyah dan Husein bin ‘Ali)
g. Pemerintahan
khalifah-khalifah bani Umayyah selain ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz sangat keras
menekan dan membatasi gerakan-gerakan kaum Alawiyyin.
h. Perpecahan
suku-suku bangsa.
Istilah
‘Abbasiyah dan ‘Alawiyyin belum muncul dan dikenal hingga tahun 132 H. Yang ada
hanyalah istilah yang lebih umum, yaitu Bani Hasyim atau Ahlu Bait.
Daulah
‘Abbasiyah berdiri kurang lebih selama lima abad. Khalifah pertamanya adalah
Abu Abbas. Ia lahir pada tahun 104 H di Hamimah, ibunya bernama Rabithah binti ‘Ubaidillah
Al Haritsi. Beliau dilantik sebagai khalifah pada tanggal 3 Rabiul Awal 132 di
Kuffah.
Adapun
pendiri Bani ‘Abbas ialah: Ibrahim Al Imam, pembangun yang memperkokoh keluarga
Bani ‘Abbas. Namun, Ia meninggal terbunuh sebelum Bani ‘Abbas diproklamirkan
kedaulatannya. ‘Abu A’bbas, orang yang pertama kali diangkat sebagai khalifah
dan yang memprolamirkan berdirinya Daulah ‘Abbasiyah. Ia digelari Assafah yang
artinya pengancam, karena beliau seorang yang pemberani dan mampu menghadapi
golongan pemberontak. Abu Ja’far Al Mansur, seorang khalifah yang memperkuat
berdirinya Bani ‘Abbasiyah.
Kekuasaan Dinasti .Abbasiyyah atau khilafah ‘Abbasyiah, sebagaimana
disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Dinasti .Abbasiyah
karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-‘Abbas paman
Nabi Muhammad SAW. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari
tahun 132 H (750 M) s/d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,
sosial, dan budaya.[7]
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa Bani ‘Abbas telah melakukan
usaha perebutan kekuasaan. Bani ‘Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan
kekuasaan sejak masa khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (717-720 M) berkuasa.
Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi pada kegiatan keluarga
Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti ‘Ali
bin ‘Abdullah bin ‘Abbas, Muhammad serta Ibrahim Al-Imam, yang semuanya
mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik.
Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah
menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha
perlawanan itu berhasil ditangan Abu ‘Abbas, setelah melakukan pembantaian
terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang
berkuasa.[8]
Orang-orang ‘Abbasiyah, sebut saja Bani ‘Abbas merasa lebih
berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah
keturunan Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi.
Menurut mereka, orang-orang Umayyah secara paksa menguasai kekhalifahan melalui
tragedi perang shiffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti ‘Abbasiyah
mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakan terhadap
Bani Umayyah.[9]
Pergantian kekuasaan Dinasti Umayyah oleh Dinasti ‘Abbasiyah
diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatarbelakang
agama Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui
perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan
keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Umayyah.
Gerakan ini menghimpun:[10]
keturunan ‘Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah, keturunan ‘Abbas (‘Abbasiyah)
pemimpinnya Ibrahim al-Imam, dan keturunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim
al-Khurasani.
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini,
pada tahun 132 H/750 M tumbanglah Daulah umayyah dengan terbunuhnya Marwan ibn
Muhammad, Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah ‘Abbasiyah
dengan diangkatnya Khalifah pertama, ‘Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu
al-‘Abbas al-Saffah, pada tahun [132-136 H/750-754 M].[11]
Pada awalnya kekhalifahan ‘Abbasiyah menggunakan Kuffah
sebagai pusat pemerintahan, dengan Abu al-Saffah (750-754 M) sebagai
Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M)
memindahkan pusat pemerintahan ke Baghdad dengan alasan bahwa daerah tersebut
merupakan markas militer yang sangat baik. Di samping itu juga, daerah itu
dilintasi sungai Tigris, sehingga bisa berhubungan denngan Cina, mengeruk hasil
laut dan ahsil-hasil makanan dari Mesopotamia, Armenia, dan daerah sekitarnya.
Selain Tigris, di sana juga terdapat sungai Eufrat yang memungkinkan penduduk
di sana mendapatkan semua hasil bumi Suriah, Raqqah, dan daerah sekitarnya.
Untuk membangun kotanya, yag rampung dalam waktu empat tahun, Al-Manshur
menghabiskan biaya sebayak 4.883.000 dirham, dan mempekerjakan seratus ribu
arsitek, pengrajin, dan buruh yang berasal dari Suriah, Mesopotamia dan daerah
lainnya dalam wilayah kekuasaannya.[12]
B.
Khalifah-Khalifah
Dinasti Abbasiyyah
1.
Khalifah Ja’far Al-Manshur
Abu
ja’far dilahirkan di kota Humayyah (Hamimah) Yordania 101 H. Ibu beliau bernama
Salamah dan ayahnya bernama Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul
Muthalib. Abu Ja’far wafat ketika hendak menunaikan ibadah haji di Bir Maimun
(Mekkah) tahun 157 H/775 M. Ia adalah saudara Ibrahim al-Imam dan Abu Abbas
as-Saffah. Mereka dikenal sebagai tokoh pendiri Dinasti Abbasiyah. Abu Ja’far
selalu mendapat anugerah kemenangan dalam setiap peperangan melawan Banu Umayah dan kerusuhan-kerusuhan kaum
pemberontak di dalamNegeri dan dalam menekan Imp[erium Bizantium. Oleh karena
itu ia diberi gelar “al-Mansur” (orang yang mendapat pertolongan Allah).
Masa
pemerintahan Abu Ja’far al-Mansur satu periode dengan Kaisar Crusfautin V Di
Bizantium, Kaisar Hsuan Tsung (dinasti
tang di tiongkok, dan raja Nagabhata I, Dinasti Bujara Prathihara (india).
Al-Mansur
memiliki kepribadian kuat, tegas, berani, cerdas dan memiliki pemikiran
cemerlang. Dalam usia 41 tahun, ia telah menjadi khalifah menggantikan
kedudukan Abul Abbas as-Shaffah yang telah wafat. Diusia yang begitu muda, ia
tampil kedepan menyelesaikan berbagai persoalan yang tengah melanda
kekuasaannya. Keberhasilannya dalam mengatasi persoalan-persoalan dalam negeri
Dinasti Bani Abbasiyah, membawa harum nama Bani Abbas dan memperkuat dasar
pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Selain
itu, al-Mansur dikenal juga sebagai seorang khalifah yang agung, tegas,
bijaksana, alim, berpikiran maju, pemerintahannya rapi, disegani, baik budi,
dan seorang pemberani.Khalifah Abu Ja’far al-Mansur juga dikatakan sebagai
bapak pembangunan Daulah Bani Abbasia, karena beliaulah sebenarnya untuk pertama
kali yang membuat dan mengatur politik pemerintahan Daulah Bani Abbasiah.
Jalur-jalur administrasi pemerintah mulai dari pusat sampai daerah-daerah
ditata dengan baik dan rapi. Pada waktu itu terjadi kerja sama yang baik antara
kepala qadi., kepala jawatan pajak, kepala polisi rahasia, dan kepala jawatan
pos. Dengan demikian, maka pemerintahan pada masa khalifah Abu ja’far al-Mansur
menjadi tertib dan lancar, sehingga pemerintahannya menjadi kokoh, maju, dan
berhasil membawa umat islam kemasa kejayaan.
Abu
Ja’far al-Mansur sangat besar jasanya dalam mengembangkan kebudayaan dan
peradaban islam. Beliau adalah seorang yang cinta ilmu pengetahuan. Melalui kekuasaan dan hartanya, dia
memberikan dorongan dan kesempatan yang luas bagi para cendikiawan untuk membangun
riset ilmu pengetahuan. Buku-buku yang dihasilkan oleh bangsa diterjemahkan
kedalam bahasa Arab. Ilmu falak dan ilmu filsafat mulai digali dan dikembangkan
di pemerintahannya.
Usaha dan Jasa Khalifah Abu Ja’far al-Mansur
Sebagai khalifah Dinasti Abbasiah yang tergolong awal, Abu Ja’far
berpikir dan berjuang keras guna secepat mungkin menciptakan kemajuan-kemajuan
diberbagai bidang kebudayaan. Diantara usaha-usaha untuk menciptakan kemajuan
Dinasti Abbasiyyah adalah sebagai berikut.
1.
Pengembangan
ilmu pengetahuan yang dilakukan dengan cara:
a.
Menyalin
buku-buku yang berbahasa asing.
b.
Menyusun
dan menulis agama.
c.
Mengundang
cendikiawan dari berbagai daerah untuk mengajar umat islam tentang ilmu
pengetahuan.
2.
Pengaturan
dan penertiban pemerintahan
3.
Pembinaan
keamanan dan stabilitas dalam negeri
Adapun kelompok-kelompok dalam negeri yang dianggap berbahaya
adalah sebagai berikut.
a.
Kelompok
Abdullah bin Ali
b.
Abu
Muslim al-Khurasani
c.
Kelompok
Alawiyin
4.
Usaha
pembinaan politik luar negeri
5.
Usaha
peningkatan ekonomi social
2.
Khalifah Harun Ar-Rasyid
Harun
al-Rasyid dilahirkan di Ray pada bulan Februari 763H/145 M. Ayahnya bernama
al-Mahdi dan ibunya bernama Khaizurran. Waktu kecil ia di didik oleh Yahya bin
Khalid al-Barmaki. Pada usia 18 tahun ayahnya telah memberikan beban dan
tanggung jawab yang berat dipundaknya, dengan melantiknya sebagai gubernur di
Saifah pada tahun 163 H. Pada tahun 164 H, beliau diberi wewenang untuk
mengurusi seluruh wilayah Anbar dan negeri-negeri di wilayah Afrika Utara.
Harun ternyata mampu mengerjakan apa yang diperintahkan, sehingga pada tahun
165 H Al-Mahdi melantiknya kembali. Ketika al-Mahdi meninggal dunia pada tahun
170 H, Ia resmi menjadi khalifah pada usi 23 tahun.
Pada
bulan September 786 M dalam usia 23 tahun, ia menggantikan kedudukan saudaranya
Musa al-Hadi. Sewaktu menjadi khalifah, ia banyak memperoleh bantuan dari Yahya
ibn Khalid dan dua putranya yaitu Ja’far dan Fazal bin Yahya. Hraun al-Rasyid
adalah khalifah yang kelima dari Dinasti Abbasiyah. Ia dikenal sebagai
pengusaha terbesar didunia pada waktu itu. selain itu Harun al-Rasyid dikenal
sebagai pengusaha yang taat beragama, shaleh dan dermawan.
Bani
Abbas mengalami masa kejayaan. Sebab pada masa ini,, terjadi banyak
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Kemajuan ini disebabkan oleh
berbagai kebijakan yang dikeluarkan. Selain itu, Harun al-Rasyid dikenal
sebagai khalifah yang cinta ilmu pengetahuan.
Upaya-upaya dan Jasa-jasa Khalifah Harun ar-Rasyid
1.
Mengembangkan
dan memajukan bidang ilmupengetahuan dan Seni
2.
Membangun
gedung-gedung dan sarana Sosial
3.
Memajukan
bidang ekonomi dan industri
4.
Memajukan
bidang politik pertahanan dan perluasan wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
3.
Khalifah Al-Makmun
Nama
lengkap khalifah ini adalah Abdullah Abdul Abbas al-Makmun, adalah anak Harun ar-Rasyid
yang dilahirkan pada 15 Rabiul Awwal tahun 170 H/786 M. Kelahirannya bertepatan
dengan wafat kakeknya, yaitu Musa al-Hadi, juga bersamaan dengan waktu ayahnya
diangkat menjadi khalifah. Adapun ibu al-Makmun adalah seorang bekas hamba
sahaya bernama Marajil.
Dalam
riwayat hidupnya disebutkan bahwa al-Makmun dikenal sebagai pemuda jenius.
Dalam usia 5 tahun ia telah mendapatkan pendidikan agama dan membaca Al-Qur’an
dibawah bimbingan Kasa’i dan Yazidi. Ia juga belajar hadits dari imam Malik di
Madinah. Disamping ilmu-ilmu tersebut, ia juga pandai ilmu sastra, belajar ilmu
tata negara, hukum, filsafat, astronomi, dan sebagainya. Setelah berhasil
mengatasi berbagai konflik internal, terutama dngan saudaranya bernama
Al-Ma’mun menanggapi cita-citanya menjadi khalifah pada tahun 198 H/813 M.
Al-Makmun
adalah seorang khalifah termasyhur sepanjang sejarah Dinasti Abbasiyah. Selain
sebagai seorang pejuang yang pemberani, ia juga sebagai pengusaha yang
bijaksana. Semangat berkarya, bijaksana, pengampun, adil, cerdas, dan bebas
dalam berpikir, merupakan sifat-sifat utama yang menonjol dalam pribadi
al-Makmun. Pemerintahannya mennandai kemajuan yang sangat hebat dalam sejarah
silam. Selama lebih kurang 21 tahun masa kepemimpinannya, ia mampu meningalkan
warisan intelektual islam yang sangat berharga. Kemajuan itu merupakan berbagai
aspek ilmu pengetahuan, seperti matematika, astronomi, kedokteran dan filsafat.
Sikap
yang tidak memihak membuatnya tidak membedakan agama atau ras apapun. kebebasan
berpikir dan beragama berlaku untuk semua orang. Ia membentuk sebuah dewan
pemerintahan dimana orang muslim dan nonmuslim berpartisipasi didalamnya. Minat
al-Makmun terhadap agama sangat besar, terutama ynag berkaitan dengan ajaran
kebebasan berkehendak dan takdir, ia cenderung berpaham Mu’tazilah. Pemikiran
ini ditekankan pada kaum intelektual islam yang mengatakan bahwa al-Qur’an
bersifat azali atau qadim.
Sekitar
tahun 212 H/287 M Al-Makmun mengumumkan bahwa doktrin Mu’tazilah dinyatakan
sebagai paham ersmi negara. Sedangkan ajaran lama (ortodoks) dipandang sebagai
paham bidah. Pada saat yang sama ia memerintahkan seluruh pejabat begara agar
memuliakan khalifah Ali bin Abi Thalib sebagai makhluk Allah yang termulia
setelah Nabi Muhammad SAW.
Pada
tahun 218 H/833 M keluar sebuah dekrit yang memerintahkan agar hakim dan ulama
meninggalkan ketidak benaran paham keabadian Al-Qur’an. Sebagian ahli pikir
menerima perintah tersebut, semata-mata karena takut kepada khalifah al-Makmun.
Namun sebagian kecil diantara mereka tetap teguh pada pendiriannya, sekalipun
hrus menanggung derita, seperti Ahmad bin Hambal yang menjalani hukuman penjara
dan hukuman cambuk karena menolak perintsh tersebut. Dua penguasa pengganti
al-Makmun tetap memberlakukan dekrit tersebut.
Upaya-upaya Abdullah Al-Makmun
Khalifah Abdullah al-Makmun selama menjabat sebagai pemimpin Daulah
Abbasiyah telah berusaha melakukan perbaikan-perbaikan hal-hal sebagai berikut.
1.
Menghentikan
berbagai gerakan pemberontakan untuk menciptakan stabilitas dalam negeri
Berikut
berbagai gerakan pemberontakan yang berhasil diatasi.
a.
Pemberontakan
Abu Saraya di Kufah
b.
Pemberontakan
Nasr bin Syabas
c.
Pemberontakan
Zatti
d.
Pemberontakan
orang-orang Mesir
e.
Pemberontakan
Ibrahim (paman al-Ma’mun).
2.
Penertiban
administrasi negara untuk penataan kembali sistem pemerintahan
3.
Membentuk
badan intelejen
4.
Pembentukan
badan negara
5.
Toleransi
beragama
6.
Pembentukan
Baitul Hikmah dan majelis Munazarah.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari paparan
materi diatas dapat disimpulkan bahwa berdirinya Daulah ‘Abbasiyyah merupakan
langkah Revolusioner atas
ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Daulah Umayyah dengan berbagai macam
alasan.
Pemerintahan
yang dijalankan Dinasti ‘Abbasiyyah menganut sistem Teokrasi yakni sistem pemerintahan yang berciri khas keagamaan,
sebagai contohnya dalam berbagai kesempatan seremonial, seperti ketika
penobatan khalifah dan pada shalat jum’at khalifah mengenakan jubah (burdah)
yang pernah dikenakan oleh Nabi Muhammad SAW.
Pemerintahan
Dinasti ‘Abbasiyyah juga tidak bersifat Selebrasi
atau Ta’asyubiyah yakni terbuka
terhadap orang-orang non Arab yang ingin duduk di kursi pemerintahan, dimana
orang Arab hanya menjadi salah satu unsur dari berbagai bangsa yang membentuk
pemerintahannya. Berbeda 180 derajat dengan Dinasti Umayyah yang seluruh
pemerintahannya hanya terdiri atas orang-orang Arab.
B.
Saran
Dalam makalah ini
masih terdapat banyak sekali kekurangan untuk itu penulis memohon kritik dan
saran yang bersifat membangun dari teman-teman pembaca. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat sebagai sarana untu menambah pengetahuan kita. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, M. Abdul. 2007. Sejarah
Pemikiran Dan Peradaban Islam. Cet.I.Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher.
Nizar, Syamsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak
Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Sunanto, Musyrifah Sunanto. 2003. Sejarah
Islam Klasik, Cet. I. Bogor: Prenada Media.
Su’ud, Abu. 2003. Islamologi, Cet. I. Jakarta: PT.Rineka
Cipta.
Syalabi, A. 1997.
Sejarah dan Kebudayaan Islam 3. Jakarta: Al-Husna Zikra.
Yatim, Badri. 2010. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Hitti, Philip K. 2008. History of Arabs; From the Earliest Times to
the Present, Diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta:
PT Serambi Ilmu Semesta.
[1]
A. syalabi. Sejarah
dan Kebudayaan Islam 3. Jakarta. Al-Husna Zikra. 1.
[2]
Syamsul Nizar. Sejarah Pendidikan Islam: mnelusuri Jejak
Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. Jakarta. Kencana
Prenada Media Group. 67.
[3] K.Ali, Sejarah
Islam (Tarikh Pramodern), Jakarta. Rajagrafindo Persada. 241-242.
[4] Ibid.,
250-252.
[5] Ibid.,
256-258.
[6]
Musyrifah Sunanto. Sejarah Islam
Klasik, Cet. I. Bogor. Prenada Media. 47.
[7]
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta. PT.Raja Grafindo Persada. 49.
[8]
Abu Su’ud. Islamologi, Cet.
I. Jakarta. PT.Rineka Cipta. 72.
[9]
M. Abdul Karim. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, Cet.I.
Yogyakarta. Pustaka Book Publisher. 143.
[10]
Musyrifah Sunanto. Sejarah Islam Klasik, Cet. I…48.
[12] Philip K. Hitti. History of Arabs; From the Earliest Times to
the Present, Diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta.
PT Serambi Ilmu Semesta. 363.